Bisnis.com, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memberikan sejumlah catatan terkait dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
Analis Kebijakan KPPOD Herman N. Suparman berpendapat RPP terkait dengan perizinan berusaha di daerah tersebut harus bisa menjamin kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelengaraan perizinan berusaha di daerah, mulai dari proses memasukkan dokumen hingga pemohon mendapatkan izin berusaha.
"Yang menjadi tekanan KPPOD, bagaimana proses itu bisa memberikan kepastian dan kemudahan dalam proses pengurusannnya itu," katanya, Senin (30/11/2020).
Herman mengatakan, KPPOD memberikan sejumlah catatan terkait dengan RPP ini, salah satunya terkait dengan penerapan online singe submission risk based approach (OSS RBA).
"Risk based approach, ini yang menjadi roh dari Omnibus Law Cipta Kerja dan regulasi turunannya. Ini yang menjadi titik krusial bagaimana upaya pemerintah dan kita bersama agar proses pengurusan itu pasti dan mudah," katanya.
Sejalan dengan itu, KPPOD merekomendasikan pendekatan bottom up dan kolaboratif terkait dengan poin aspek lainnya dalam dua draft terakhir RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.
Baca Juga
Pasalnya, penentuan tingkat risiko dalam proses perizinan menurutnya harus benar-benar valid mengingat wilayah Indonesia yang sangat beragam.
"Risiko ke masyarakat di Pulau Jawa misalnya berbeda dengan Indonesia Timur atau Barat, atau Tengah, sehingga pendekatan bottom up dan kolaboratif benar-benar harus diperhatikan," jelasnya.
Kemudian, KPPOD juga menyoroti kesiapan database dalam proses penentuan risiko. Data menjadi sesuatu yang sangat fundamental untuk menentukan tingkat risiko. "Karena itu, meski diamanatkan dalam RPP lain, dalam RBA perlu menentukan bagaimana kualifikasi dan sistem database dalam penentuan tingkat risiko," katanya.
Selain itu, Herman mengatakan perlu adanya pendekatan dan pelibatan multi-stakeholder, sebagai langkah mitigasi dalam penentuan tingkat risiko. Masyarakat juga perlu dilibatkan dan difasilitasi oleh pemerintah daerah, juga tenaga ahli bersertifikat dalam penentuan risiko.
Hal ini, menurutnya, penting dilakukan agar penentuan tingkat risiko bisa mewakili konteks sosial atau konteks lokal di mana rencana usaha itu akan didirikan.