Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia dinilai masih berjalan lebih lambat dibandingkan dengan pencapaian negara-negara tetangga.
Hal itu diungkap oleh Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satria dalam dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020, Jumat, (27/11/2020).
Dia mengatakan sektor EBT dalam negeri masih menemui sejumlah tantangan, terutama pada masalah insentif yang membuat harga energi hijau di dalam negeri tidak kompetitif.
"Tantangan di sektor EBT mungkin masalah insentif artinya bagaimana kita melihat harga dari pada renewable ini dibandingkan energi-energi lain," katanya.
Dia mengungkapkan dalam kurun 2010-2019, total kapasitas EBT di Indonesia hanya tumbuh 4,1 persen. Padahal, India mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,5 persen dan Vietnam tumbuh 12 persen.
Menurutnya, pertumbuhan pesat pada negara-negara itu didukung oleh adanya kepastian lahan, insentif dari pemerintah, harga komponen yang kompetitif, tarif yang atraktif, dan adanya pungutan untuk pengendalian lingkungan untuk bahan bakar fosil.
Baca Juga
Di Indonesia, kata Eka, masih dibutuhkan perubahan-perubahan untuk hal-hal tersebut agar bisa meningkatkan pertumbuhan sektor EBT, bahkan mencapai target bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2023.
"Memang tanpa ada hal yang kita lakukan, target bauran energi di 2025 sebesar 23 persen akan sulit," ungkapnya.