Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi fluktuasi harga pangan pada penghujung 2020 di tengah kenaikan intensitas hujan, terutama pada komoditas hortikultura yang pasokannya kerap terganggu oleh cuaca.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapatan kenaikan harga komoditas hortikultura akibat gangguan cuaca menjadi hal yang tak terhindari jika pemangku kepentingan terkait tak menyajikan solusi yang tepat. Fluktuasi harga cabai dan bawang merah, komoditas hortikultura utama, merupakan masalah klasik yang tidak pernah ditanggulangi.
“Yang mengalami perubahan cuaca ini kan bukan Indonesia saja. Negara-negara lain juga demikian. Tetapi di sana tidak sampai seperti di Indonesia yang kenaikannya bisa tinggi sekali,” kata Enny saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (3/11/2020).
Enny menyebutkan repetisi gejolak harga kerap terjadi karena masalah manajerial produksi dan pasokan. Petani acap kali tak mendapat jaminan serapan pasar sehingga harga kerap dibentuk dari pelaku di rantai pasok.
“Tidak perlu sistem resi gudang canggih untuk memecah masalah ini, bisa dimulai dengan kredit bagi off taker untuk menjamin serapan sehingga harga terjaga,” ujarnya.
Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai tingkat inflasi Oktober, kenaikan harga pada cabai dan bawang merah menjadi salah satu penyumbang utama inflasi. Masing-masing dengan andil sebesar 0,09 persen pada cabai dan 0,02 persen pada bawang merah.
Baca Juga
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan kenaikan harga cabai merah terjadi di 82 kota yang indeks harga konsumennya dipantau oleh BPS. Cuaca yang tidak terlalu berpihak pada panen menjadi salah satu faktor yang memicu kenaikan harga.
Di sisi lain, curah hujan yang diprediksi meningkat pada November dan Desember, serta potensi kenaikan konsumsi pada akhir tahun pun disebut Suhariyanto perlu menjadi perhatian. Fluktuasi harga pangan berpotensi terjadi jika pasokan tak dijaga.