Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komite Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Karen Tambayong mengemukakan bahwa harga produk hortikultura bakal terulang selama kegiatan hanya difokuskan pada produksi tanpa ada jaminan pasar yang jelas dan pasti.
“Secara umum petani menentukan sendiri proses menanamnya tanpa melihat jumlah yang dibutuhkan pasar. Tidak ada forecasting dan pemantauan yang efektif,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).
Oleh sebab itu, kelembagaan petani menjadi kebutuhan mendesak. Dia mengemukakan bahwa kelembagaan bisa mendorong terciptanya penyaluran informasi yang efektif. Dengan demikian, petani bisa mengetahui berapa kebutuhan pasar dan daerah mana saja yang memerlukan pasokan.
Guna menanggulangi permasalahan berulang ini, Karen pun mengemukakan bahwa Kadin Indonesia telah menginisiasi bisnis model closed loop yang memastikan rantai pasok produk hortikultura. Melalui model ini, para petani dipertemukan dengan pasar sehingga terdapat jaminan penyerapan.
“Karena ada jaminan penyerapan, harga menjadi lebih stabil dan ada kontrol produksi. Kami sudah mulai model ini di Garut untuk komoditas cabai,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Donny Pasaribu mengemukakan bahwa produksi hortikultura Indonesia berpotensi meningkat dengan adanya UU Cipta Kerja.
Baca Juga
Dalam beleid tersebut, pembatasan penanaman modal asing pada komoditas hortikultura sebesar 30 persen dihapus.
“Konsumsi produk ini di dalam negeri cukup tinggi dan Indonesia juga punya kesempatan untuk meningkatkan nilai ekspor komoditas ini, tentu saja dengan didukung produktivitas yang tinggi yang didapat lewat banyak cara, seperti penggunaan teknologi pertanian yang efisien dan lebih modern,” ujar Donny.
Relaksasi ini pun, katanya, baik untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas strategis seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai ketika terjadi kelangkaan pasokan.
Meski izin importasi dalam UU Cipta Kerja mengalami perubahan syarat, Donny mengatakan bahwa pemerintah kini tidak lagi mengendalikan impor dan ekspor produk hortikultura sebagai mekanisme menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan domestik.