Bisnis.com, JAKARTA - Volume produksi industri oleopangan pada kuartal IV/2020 diramalkan meningkat dibandingkan dengan dengan kuartal III/2020. Pelaku industri menilai ada potensi lonjakan produksi pada kuartal IV/2020 yang membuat volume produksi tumbuh positif.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai produksi oleopnanga pada kuartal IV/2020 akan mencapai 1,58 juta kilo ton. Namun, tren penurunan yang terjadi pada 9 bulan pertama 2020 dinilai tetap akan memuat volume produksi sepanjang 2020 tumbuh negatif.
"Pada kuartal IV/2020 ada sedikit peningkatan ke 1,58 juta ton. [Penambahan permintaan dari] liburan sudah kami perhitungkan, tapi tidak begitu signifikan," ujar Ketua Umum GIMNI Sahat Sinaga kepada Bisnis, Senin (2/11/2020).
Sahat mendata realisasi produksi pada kuartal I/2020 mencapai 1,75 ton. Adapun, realisasi pada kuartal II/2020 dan kuartal III/2020 secara konsisten menurun menjadi masing-masing 1,56 juta ton dan 1,51 juta ton.
Pada awal 2020, GIMNI menargetkan produksi oleopangan nasional dapat mencapai 7,1 juta ton. Namun demikian, pandemi Covid-19 membuat Sahat merubah proyeksi tersebut menjadi sekitar 6,4 juta ton hingga akhir 2020.
Dia menilai Penekan utama penurunan produksi tersebut adalah penurunan permintaan pada minyak curah. Dengan kata lain, ucapnya, permintaan minyak untuk warung makan kecil dan pedagang kecil berkurang selama pandemi.
Baca Juga
Sahat meramalkan produksi minyak goreng curah hingga akhir tahun akan turun sekitar 35 persen menjadi 2,1 juta ton. "[Produksi minyak goreng curah] ini terendah 5 tahun terakhir."
Adapun, besarnya penurunan tersebut membuat peningkatan di sektor lain tidak bisa membuat performa industri oleopangan tetap tumbuh positif. Pasalnya, Sahat memprediksi konsumsi minyak goreng oleh sektor industri melesat 47 persen hingga akhir 2020.
Dengan kata lain, produksi susu kental manis dan pemanis meningkat pesat. Menurutnya, peningkatan produksi tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan makanan cepat saji maupun siap saji melalui pesanan daring.
"[Produksi untuk industri pengguna naik jadi] 1,61 juta ton atau 47 persen dia naik. Jadi, menarik memang, tapi belum bisa menutup penurunan curah," ucapnya.
Di sisi lain, Sahat menyatakan pemerintah akan mengeluarkan aturan peningkatan bea keluar menjadi US$30 per ton dari sebelumnya senilai US$25 per ton. Menurutnya, hal tersebut akan membuat lonjakan produksi oleopangan langsung terjadi di dalam negeri.
"Itu sangat berpengaruh besar pada penggenjotan industri hilir saya kira pada kuartal IV/2020. Ini belum masuk pertimbangan itu," ucapnya.
Namun demikian, Sahat menilai penambahan bea keluar produk minyak sawit akan mempercepat hilirisasi industri oleopangan maupun oleokimia nasional. "Pada 2021, Industri sawit Indonesia akan bangkit pesar."