Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai indeks manufaktur Indonesia yang masih bertengger di bawah level 50 atau 47,8 di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai dan pelaku industri belum ekspansif merupakan hal yang wajar.
Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan mengatakan PMI Manufaktur yang berada di kisaran 45-50 sudah paling optimal di tengah pandemi yang belum berakhir ini.
"Kenaikan tipis dari angka PMI sebelumnya pada September semoga menjadi sinyal yang baik bagi dunia usaha di tengah upaya pemerintah menggolkan omnibus law, khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja," katanya kepada Bisnis, Senin (2/11/2020).
Fajar menilai wajar jika pelaku usaha atau industri masih wait and see karena belum kondusifnya hubungan antara perusahaan dan pekerja pasca penetapan UU Cipta Kerja.
Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerja lebih giat lagi untuk meyakinkan kedua belah pihak tersebut terkait konten yang terdapat di dalam UU tersebut agar tidak ada kesalahpahaman dan mispersepsi yang dapat mengganggu stabilitas dunia usaha atau industrinya.
Adapun terkait dengan PEN, memang kan selama ini fokus pemerintah lebih kepada bagaimana menjaga stabilitas daya beli masyarakat, sehingga realisasi dana stimulus PEN masih fokus pada perlindungan sosial dan UMKM.
Baca Juga
Pembiayaan korporasi pun, yang memang akan difokuskan pada BUMN, baru mulai direalisasikan di tiga bulan terakhir ini. Sementara itu, dana PEN untuk program sektoral Kementerian/Lembaga realisasinya masih di bawah 50 persen.
"Jadi saya hanya berharap jika dana PEN segera dioptimalkan realisasinya, di dua bulan terakhir tahun 2020 ini, dunia industri kita akan terus membaik, minimal mendekati kisaran angka 50," ujarnya.