Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat Tahan Belanja di Mal, Kenapa Ya?

Kenaikan pengunjung diperkirakan mencapai 30 persen dibandingkan dengan Agustus, yang mana jumlah pengunjung hanya di kisaran 10 persen dari kondisi normal.
Suasana tenan makanan yang sepi di salah satu pusat perbelanjaan usai adanya anjuran untuk menjaga jarak sosial dan beraktivitas dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona di Jakarta, Senin (23/3/2020). Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) juga memprediksi penurunan penjualan ritel kuartal pertama 2020 turun hingga 0,4 persen dibanding dengan kuartal pertama tahun lalu. Bisnis/Nurul Hidayat
Suasana tenan makanan yang sepi di salah satu pusat perbelanjaan usai adanya anjuran untuk menjaga jarak sosial dan beraktivitas dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona di Jakarta, Senin (23/3/2020). Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) juga memprediksi penurunan penjualan ritel kuartal pertama 2020 turun hingga 0,4 persen dibanding dengan kuartal pertama tahun lalu. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan kunjungan masyarakat ke ritel-ritel modern ataupun pusat-pusat perbelanjaan yang tidak berbanding lurus dengan tingkat penjualan selama masa libur panjang menjadi fenomena berbeda pada masa pandemi Covid-19.

Menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), libur panjang yang berlangsung 28 Oktober - 1 November 2020 berkontribusi meningkatkan kunjungan ke pusat perbelanjaan pada Oktober.

Kenaikan pengunjung diperkirakan mencapai 30 persen dibandingkan dengan Agustus, yang mana jumlah pengunjung hanya di kisaran 10 persen dari kondisi normal.

Namun, peningkatan tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat penjualan yang diperkirakan hanya sekitar 20 persen dari kondisi normal akibat daya beli yang masih terpuruk.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai terdapat dua faktor yang menyebabkan tingkat kunjungan tak berbanding lurus dengan tingkat penjualan.

Pertama, masyarakat kalangan menengah ke atas masih menahan diri untuk berbelanja. "Kalau dari sisi tabungan, mereka [kalangan menangah atas] masih ada, tapi keinginan untuk saving juga meningkat," kata Faisal kepada Bisnis, Jumat (30/10/2020).

Kondisi psikologis masyarakat kalangan menengah atas dinilai belum mengalami banyak perubahan sejak pandemi melanda beberapa bulan lalu. Terutama, kondisi perekonomian yang belum membaik masih menodorong masyarakat di segmen tersebut untuk menahan diri.

Kedua, terdapat sebagian kecil masyarakat kalangan menengah yang pendapatannya berkurang sebagai dampak dari pandemi sehingga memengaruhi pengeluaran mereka.

Adapun, strategi promosi yang dilakukan oleh peritel modern dinilai cukup ampuh untuk menarik masyarakat kalangan menengah atas. Menurut Faisal, upaya tersebut dapat menjadi stimulus bagi masyarakat kalangan menengah atas sehingga tepat untuk dilakukan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper