Bisnis.com, JAKARTA — Sumbangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk bauran energi nasional hingga kini baru 9,1%. Padahal, Undang-Undang No.30/2007 tentang Energi itu dengan jelas mengamanatkan bahwa pada 2025 sekitar 23% bauran energi nasional harus datang dari sumber EBT.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan sumber daya kehutanan melalui Hutan Tanaman Energi (HTE) dapat memberikan sumbangsihnya untuk meningkatkan penggunaan energi biomasa di Tanah Air, baik berupa pellet kayu, serpih kayu maupun serbuk gergajian.
“Saat ini, sedikitnya 34 perusahaan Anggota APHI sudah berminat berinvestasi untuk penerapan energi biomasa melalui Program Hutan Tanaman Energi, 10 perusahaan di antaranya sudah memasukkannya ke dalam Rencana Kerja Usaha mereka,” katanya saat Focus Group Discussion (FGD) bertema Co-firing Biomassa pada PLTU : Kesiapan Teknologi, Industri Penunjang Penyediaan Pasokan Biomassa dan TKDN yang diselenggarakan Kementerian ESDM, baru-baru ini.
Menurutnya, Hutan Tanaman Energi (THE) merupakan masa depan energi biomassa Indonesia, karena menjadi sumber bahan baku energi biomasa secara berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik, memasok kelebihan energi listrik ke PLN dan diekspor.
Guna mendukung target bauran energi 23% pada tahun 2025, saat ini Perum Perhutani, salah satu anggota APHI tengah melakukan uji coba program co-firing, yaitu menggabungkan pasokan batubara dan sumber daya biomasa, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Jawa Timur, dan dalam waktu dekat akan diujicobakan di PLTU Cikarang Listrindo, Jawa Barat.
Selain itu, Indroyono menjelaskan bahwa APHI juga siap mendukung program de-dieselisasi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan minyak solar, terutama di kawasan timur Indonesia, dan digantikan dengan bahan baku energi biomasa yang biayanya lebih murah dibandingkan dengan harga minyak solar.
Baca Juga
“Kami sedang melakukan penjajakan untuk uji coba penggunaan energi biomasa untuk program de-dieselisasi pembangkit listrik di Pulau Bawean, Jawa Timur,” jelas Indroyono.
Saat ini, dunia tengah menuju ke energi bersih dan ramah lingkungan, sehingga energi biomasa menjadi salah satu pilihan utama. Pada tahun 2030, Jepang dan Korea mentargetkan untuk mengganti PLTU Batu Bara menjadi PLTU Energi Biomasa.
Permintaan bahan baku pellet kayu, serpih kayu serta briket arang dari Indonesia terus meningkat, walaupun nilai ekspor energi biomasa Indonesia ke luar negeri baru mencapai US$50 juta.
Keunggulan positif penggunaan EBT di antaranya lebih sustainable dibandingkan dengan energi fosil, industri-industri kehutanan terdorong untuk melakukan transformasi menjadi integrated industries, sehingga bisnis hutan bisa segera pulih dan bangkit kembali.
“Dengan penggunaan energi biomasa yang bahan bakunya 100% ada di Indonesia dan upaya menanam, memelihara dan memanen Hutan Tanaman Energi merupakan program berkelanjutan, maka diharapkan Indonesia akan menjadi pusat energi biomasa dunia, dapat menarik investasi serta membuka lapangan kerja yang luas sesuai amanat UU Cipta Kerja,” tutur Indroyono.