Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Belanja Jumbo Prabowo 2026 Belum Tentu Kerek Ekonomi ke 5%

Belanja jumbo pemerintah 2026 belum tentu dorong ekonomi ke 5% karena tantangan struktural dan penyerapan anggaran lambat. Fokus pada 8 program prioritas.
Presiden Prabowo Subianto saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Ruang Sidang Kabinet, Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (5/5/2025). / dok BPMI Setpres
Presiden Prabowo Subianto saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Ruang Sidang Kabinet, Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (5/5/2025). / dok BPMI Setpres

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai belanja jumbo yang pemerintah rancang dalam APBN 2026 belum tentu mampu mengerek pertumbuhan ekonomi sesuai harapan, yakni di rentang 5,2% hingga 5,8%. 

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat anggaran belanja pemerintah yang terus bertambah dan diprediksikan mencapai Rp3.820 triliun, tentu memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Utamanya jika difokuskan pada sektor-sektor strategis.  

Yusuf tidak menampik bahwa program prioritas 2026 seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, hingga UMKM, memang memberikan efek pengganda terhadap ekonomi nasional. 

“Namun demikian, dalam praktiknya, terdapat sejumlah tantangan struktural yang masih membayangi efektivitas belanja pemerintah sebagai instrumen pendorong pertumbuhan,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025). 

Sama seperti tahun ini, dengan anggaran belanja yang mencapai Rp3.621,3 triliun dan sangat ambisius, realisasinya justru lambat karena proses perencanaan yang tidak cukup matang. 

Bahkan Kementerian dan lembaga (K/L) sering kali belum siap secara teknis dan administratif untuk langsung mengeksekusi anggaran di awal tahun. Hal ini menyebabkan penyerapan anggaran baru mulai menggeliat di kuartal III/2025, padahal untuk mendorong pertumbuhan, stimulus fiskal seharusnya dilakukan secara merata sepanjang tahun.

Belum lagi, kebijakan automatic adjustment alias blokir anggaran yang kerap diterapkan ketika penerimaan negara tidak sesuai target. Ketika penerimaan tertekan, belanja K/L bisa terkena refocusing atau pemangkasan secara mendadak. 

Dalam situasi seperti ini, belanja yang semula dirancang sebagai pendorong pertumbuhan bisa kehilangan efektivitasnya karena proyek-proyek penting terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan.

Terbukti pada kuartal I/2025, akibat efisiensi anggaran, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 1,38% (year on year/YoY). Bahkan belanja jumbo pemerintah tersebut justru memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar -0,08% sehingga menjadi 4,87%. 

Selain itu, Yusuf juga menyoroti aspek kualitas belanja. Pasalnya dalam beberapa tahun terakhir, belanja pemerintah masih cenderung didominasi oleh belanja rutin dan birokrasi, bukan belanja produktif. 

“Jika peningkatan belanja di 2026 masih mengulang pola yang sama, maka dampaknya terhadap pertumbuhan dapat lebih terbatas,” lanjutnya.

Fokus pada 8 Program Prioritas 

Direktur Strategi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (DJSEF) Wahyu Utomo tak mengonfirmasi angka proyeksi belanja senilai Rp3.820 triliun tersebut. Namun, dirinya menegaskan bahwa saat ini angka masih dalam range persentase dalam PDB. 

Wahyu menjelaskan bahwa pada dasarnya belanja 2026 ditargetkan dalam rentang 14,19% hingga 14,83% dirancang untuk mendukung delapan agenda prioritas.

“Ketahanan pangan, energi, MBG, pendidikan, kesehatan, pembanguan desa, koperasi dan UMKM, pertahanan semesta dan akselerasi investasi dan perdagangan global,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (23/7/2025). 

Dalam pembicaraan pendahuluan penyusunan RAPBN 2026, rencana belanja masih dalam bentuk persentase. Sementara target berupa angka nantinya baru akan diumumkan pada Nota Keuangan 15 Agustus 2025 mendatang. 

Fokus belanja terhadap delapan prioritas tersebut pun sudah tampak dari dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026—acuan awal penyusunan RAPBN 2026—yang mencata pagu indikatif belanja kementerian/lembaga atau K/L dalam APBN 2026 ditetapkan senilai Rp1.157,77 triliun.

Terdapat 98 K/L yang akan melakukan belanja pada tahun depan. Di antara daftar itu, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatatkan pagu indikatif belanja alias anggaran paling jumbo, yakni Rp217,86 triliun.

Badan Gizi Nasional bahkan menggeser posisi Kementerian Pertahanan yang pada 2025 ini menempati posisi pertama kementerian dengan anggaran terbesar. BGN juga melampaui Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yang dalam beberapa tahun terakhir selalu menempati daftar teratas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro