Bisnis.com, JAKARTA – Optimisme pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran bahwa tren positif yang berlangsung sejak Mei hingga Agustus 2020 akan mencapai puncaknya pada Desember tampaknya harus berhadapan dengan sejumlah kendala.
Sebagaimana ditunjukkan dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tren penghunian hotel di Indonesia kembali menanjak sejak Mei dan berhasil mencapai 32,93 persen pada Agustus, setelah mengalami keterpurukan paling dalam pada April lalu dengan tingkat hunian hanya 12,67 persen.
Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, terdapat 2 indikator yang membuat pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran tidak optimistis hingga akhir 2020.
Pertama, konsumen masih wait and see karena khawatir dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19; kedua, perubahan situasi akibat menurunnya daya beli sehingga spending konsumen pada Desember 2020 belum bisa diperkirakan.
Selain itu, Maulana mengaku agak kesulitan untuk melihat indikator untuk menentukan proyeksi hingga akhir tahun. Terutama, dengan hadirnya platform online travel agent (OTA) yang mengubah pola reservasi calon wisatawan dari yang sebelumnya melakukan pemesanan dari jauh-jauh hari (reservation in advance) menjadi pemesanan pada last minute.
Reservasi melalui OTA yang saat ini mayoritas dilakukan oleh wisatawan domestik akibat anjloknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, ujarnya, menyulitkan pelaku usaha sektor pariwisata untuk menentukan proyeksi hingga akhir tahun.
Baca Juga
Data BPS menunjukkan kunjungan wisman di Indonesia selama Januari-Agustus 2020 anjlok 87 persen dari 1,27 juta menjadi 164.970 wisatawan. Secara tahunan, kunjungan wisatawan mancanegara di Tanah Air turun 89,22 persen.
"Kalau bicara proyeksi hingga akhir tahun, agak susah melihat indikasi apakah akan terjadi peningkatan. Dengan hadirnya OTA, reservasi in advance tidak umum lagi dilakukan oleh wisatawan domestik. Jadi banyak yang mereservasi pada last minute," ujar Maulana kepada Bisnis, Kamis (22/10/2020).
Faktor pandemi juga membuat konsumen bersikap hati-hati dalam merencanakan perjalanan wisata karena khawatir akan perubahan kondisi yang bisa terjadi setiap saat. Hal ini bisa dilihat ketika pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jilid II beberapa waktu lalu.