Bisnis.com, PEKANBARU – Anomali iklim La Nina berpotensi memberi dampak ke wilayah Indonesia tak terkecuali Riau. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menyarankan beberapa hal kepada petani sawit memanfaatkan curah hujan yang tinggi ini untuk meningkatkan produktivitas sawit.
Peneliti Agroklimat PPKS Iput Pradiko menjelaskan dampak La Nina kepada produksi kelapa sawit lebih banyak positifnya. Lantaran curah hujan yang tinggi cenderung bisa meningkatkan produktivitas sawit.
“Kenaikan tidak serta merta. Biasanya dapat dirasakan minimal 6 bulan dari sekarang atau bisa setahun,” kata Iput Pradiko kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).
Peningkatan produksi menurut data sebelumnya kata Iput, skala lingkup kebun misalkan 1000 ha bisa mencapai 15 persen. Hal ini juga dipengaruhi umur dari sawit, jika kebanyakan berumur muda maka kenaikan lebih tinggi. Untuk skala regional seperti Riau karena tanahnya berbeda-beda kenaikannya bisa 3 sampai 5 persen.
Efek kurangnya penyinaran matahari ke pohon sawit khusus di Riau tidak terlalu berdampak signifikan. Kecuali daerah dataran tinggi seperti Sumatera Barat pasti berpengaruh.
Stasiun Klimatologi Tambang Kampar-Riau perkirakan curah hujan Riau Dasarian III Oktober 2020 mencapai kategori menengah dengan tingkat curah hujan 76-150 mm. Sementara dari sifat hujan yaitu atas normal. Kemudian untuk dasarian I November 2020 perkiraan sifat hujan menjadi norma-atas normal dengan kategori hujan menengah 76-150 mm.
BMKG prediksi La Nina berlangsung selama beberapa bulan hingga dua tahun. Berdasarkan analisis analisis Dasarian I Oktober, La Nina akan berlangsung hingga Mei 2021. Curah hujan bulanan menambah signifikan pada Oktober sampai November.
PPKS menyarankan kepada petani sawit untuk melakukan beberapa langkah memanfaatkan iklim La Nina.
Pertama, tindakan kultur teknis yang harus selesai sebelum musim hujan yang sangat basah sekali (>300 mm/bulan) yaitu penunasan sesuai standar, pemupukan segera pada awal musim hujan sebelumnya dimulai Maret bisa dipercepat menjadi Februari, perawatan penutup tanah yang optimal untuk meminimalkan erosi, dan pemantauan dini terhadap serangan hama dan penyakit (Early Warning System).
“Penunasan pelepah harus segera mungkin. Kalau tidak bunga dan tandan buah akan busuk,” tambahnya.
Kedua, mengoptimalkan pemanenan air hujan melalui penampungan air pada rorak, parit diskontinu, kolam penampung, embung dan penampung air alami seperti danau buatan (water catchment area).
Selain itu, pada areal yang sering tergenang, diusahakan segera merevitalisasi saluran drainase yang ada agar tidak terjadi banjir.
Ketiga, persiapkan prasarana jalan seperti main road, collection road agar tidak licin dan rusak pada musim hujan. Prasarana panen seperti jalan panen, tangga panen, jembatan panen juga harus dipastikan dalam kondisi baik.
“Jalan terutama akses ke kebun harus diperbaiki sebelum curah hujan tinggi. Nanti susah mengeluarkan buah dari kebun,” kata Iput.
Keempat, penyesuaian rotasi panen karena umumnya akan terjadi panen puncak pada musim-musim tersebut. Panen tepat dan bersih harus dilakukan, jangan sampai brondolan tidak terkutip serta diharapkan restan di lapangan dapat diminimalkan.