Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Klausul Raperda di UU Cipta Kerja Dihapus, Ini Penjelasan Kemenkeu

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR menghapus substansi terkait kebijakan fiskal nasional (KFN) dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah diparipurnakan pada Senin, 5 Oktobet 2020 lalu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn

Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun sudah ditetapkan di rapat paripurna, DPR RI diketahui mengubah klausul terkait dengan rancangan peraturan daerah atau Raperda di UU Cipta Kerja.

Pasalnya dalam draf dengan jumlah 1.035 halaman yang beredar pada Senin (12/10/2020), badan legislasi (baleg) DPR tiba-tiba menghapus klaster Kebijakan Fiskal Nasional terutama Pasal 156A dan Pasal 156B mengenai intervensi pusat terhadap pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan bahwa pajak daerah harus diletakkan dalam konteks hubungan pusat daerah. Sehingga rencana pengaturan tersebut, perlu dipikir secara pelan-pelan.

"Saya tidak bisa memberikan jawaban detil tapi harus dilihat secara keseluruhan," kata Febrio, Senin (12/10/2020).

Febrio menambahkan bahwa salah satu konsentrasi pemerintah saat ini adalah membangun hubungan dengan daerah dengan membuat kebijakan yang sinkron dan berkesinambungan untuk mendorong pembangunan.

Saat ini, pemerintah sudah memiliki instrumen desentralisasi fiskal melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang menjadi bagian yang sangat besar bagi APBN.

"Kami masih perlu melihat sinkronisasi pertumbuhan ekonomi dan masing-masing daerah yang bisa digunakan dengan menyiapkan TKDD sebagai instrumen. ini tujuan besarnya," tukasnya.

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR menghapus substansi terkait kebijakan fiskal nasional (KFN) dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah diparipurnakan pada Senin, 5 Oktobet 2020 lalu.

Dikutip dari draf tersebut, Senin (12/10/2020) secara umum, jumlah halaman dalam RUU yang beredar terbaru bertambah menjadi 1.035 halaman dari sebelumnya 905 halaman. Pemerintah sejauh ini belum memberikan penjelasan detil soal penghapusan substansi tersebut.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa pemerintah masih perlu mengkaji lagi poin terkait intervensi tersebut. Apalagi, hal ini juga berhubungan dengan pusat dan daerah.

"Kami belum bisa menjawab detil soal ini," kata Febrio, Senin (12/10/2020).

Dalam catatan Bisnis, Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) memberikan kewenangan yang luas bagi pemerintah pusat untuk mengintervensi kebijakan pajak dan retribusi daerah.

Pemerintah pusat juga mendapat kewenangan untuk menunda atau memotong dana bagi hasil (DAU) dan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tidak mematuhi hasil intervensi pusat.

Hak intervensi pemerintah pusat tersebut berada di dalam klaster tentang kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi. Ada dua bentuk intervensi pemerintah yang disahkan dalam UU baru tersebut.

Pertama, mengubah tarif pajak dan tarif retribusi dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional. Kedua, pengawasan dan evaluasi terhadap peraturan daerah (perda) mengenai pajak dan retribusi yang dinilai menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.

Saat melakukan pengawasan, lanjut UU Ciptaker, menteri keuangan punya kekuasaan untuk mengevaluasi baik rancangan peraturan daerah (raperda) dan perda existing.

Hasil evaluasi yang dilakukan menkeu dapat berupa persetujuan atau penolakan raperda. Artinya jika kebijakan disetujui Menkeu, pemda bisa langsung menetapkan kebijakan tersebut sebagai peraturan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper