Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan regulasi perizinan usaha pariwisata diharapkan dapat kian mendorong investasi di sektor ini. Terlebih, sektor pariwisata Indonesia memiliki potensi untuk menarik investasi usai pandemi Covid-19.
“Catatan saya, selama regulasi tidak hanya obral dan bisa diimplementasikan dampaknya bisa positif ke investasi. Apalagi pariwisata Indonesia punya peluang untuk terus dikembangkan usai pandemi,” kata Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Budijanto Ardijansjah kepada Bisnis.com, Senin (12/10/2020).
Dia mengemukakan masih banyak destinasi wisata Indonesia yang belum digarap secara maksimal, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Keberhasilan pengembangan KEK Mandalika bakal menjadi pintu pengembangan destinasi lainnya.
Revisi Undang-Undang Kepariwisataan yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja diyakini dapat mendukung pergeseran paradigma pariwisata Indonesia yang sebelumnya lebih berfokus pada kuantitas turis alih-alih kualitas. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun kini mulai menyoroti peluang turisme berkualitas, terutama sejak jumlah wisatawan asing turun drastis selama pandemi.
“Kita memang tidak bisa melepaskan target kuantitas, tapi jangan sampai menjadi patokan tunggal. Kualitas tetap harus dibidik ujar,” lanjut dia.
Budijanto optimistis perbaikan regulasi kepariwisataan nantinya bisa mengakomodasi wisatawan yang berkualitas dengan sumbangan devisa yang lebih besar. Dia pun mencatat, pengembangan pariwisata yang berkualitas memiliki dampak positif untuk jangka panjang.
Baca Juga
“Ibarat kabar baik yang cepat beredar, turisme berkualitas akan mendorong lahirnya kuantitas yang lebih besar, ini sekaligus menjadi strategi pemasaran,” kata Budijanto.
Sebagaimana diketahui, Paragraf 13 Undang-Undang Cipta Kerja yang merevisi dan mengubah aturan kepariwisataan menyinggung sejumlah regulasi inti di sektor ini. Salah satu perubahan yang dimaksud adalah pada Pasal 15 mengenai kewajiban pelaku usaha mengantongi perizinan berusaha pariwisata.
Pelaku usaha kini harus memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Acuan pada standar pemerintah pusat ini tak diatur dalam aturan pendahulu.
Selain mengenai ketentuan izin usaha, UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah pasal penting lain seperti Pasal 56 tentang tenaga kerja asing (TKA) dan Pasal 64 tentang pengenaan sanksi di sektor pariwisata.