Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik UU Cipta Kerja, Semua Berawal dari Niat Baik?

Ternyata, di balik hiruk-pikuk pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, DPR RI juga menyetujui naturalisasi empat atlet menjadi warga negara Indonesia (WNI) pada rapat paripurna Senin (5/10).
Ilustrasi Omnibus Law/solopos
Ilustrasi Omnibus Law/solopos

Bisnis.com, JAKARTA - Brandon Jawato dan Lester Prosper kini bisa tersenyum bahagia. Keinginannya memakai label bendera merah putih di dada, dan berlaga di kacah internasional terlaksana. Setelah mereka berdua disahkan menjadi warga negara Indonesia.

Ternyata, di balik hiruk-pikuk pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, DPR RI juga menyetujui naturalisasi empat atlet menjadi warga negara Indonesia (WNI) pada rapat paripurna Senin (5/10).

Keempat pemain yang dinaturalisasi itu adalah Brandon Van Dorn Jawato, Lester Prosper, Marc Anthony Klok, dan Kimberly Pierre Louis. Marc Klok adalah pemain sepak bola, sedangkan tiga lainnya pebasket.

Jawato dan Prosper adalah kandidat pemain tim nasional basket putra. Kimberly calon pemain timnas basket putri yang berasal dari Kanada. Mereka menunggu lama untuk dinaturalisasi. Lebih lama dari rencana RUU Cipta Kerja digagas.

Prosper bisa dikatakan ‘paling sebentar’ menunggu naturalisasi. Pria asal Dominika ini didatangkan ke Indonesia 3 hari setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan gagasan membuat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Tepatnya pada 23 Oktober 2019.

Polemik UU Cipta Kerja, Semua Berawal dari Niat Baik?

Lester Prosper

Namun, rencana naturalisasi Prosper sendiri jauh sebelum itu. Pria memiliki tinggi badan 210 cm itu kesengsem ingin main di timnas. Dia ingin memberikan kebahagiaan dan kebanggaan pada bangsa Indonesia.

Lebih lama lagi Jawato. Anak dari WNI asal Bali, Nyoman Jawato, dengan Belinda Van Dom asal California, Amerika Serikat, sudah bermain basket di Indonesia sejak 2016. Lelaki kelahiran California, 3 Juni 1993, itu malang melintang di klub nasional.

Keduanya digadang-gadang menjadi pemain timnas sejak tahun lalu. Pada ajang SEA Games 2019 Filipina. Namun, rencana itu batal. Jawato tak kunjung mendapatkan paspor. Apalagi Prosper yang baru sebulan ada di Indonesia. Perhelatan itu sendiri digelar 30 November 2019.

Kemudian, mereka diplot untuk main di kualifikasi FIBA Asia Cup 2021 pada Februari 2020. Rencana tersebut kembali kandas. Kabarnya, SK naturalisasi dari Presiden Jokowi belum diteken.

Akibatnya mereka gagal tampil di kualifikasi tersebut. Alhasil, skuat Garuda dihajar 76-109 oleh tim Korea Selatan di Mahaka Arena, Jakarta Utara, 20 Februari 2020.

Padahal, lolos di FIBA Asia Cup 2021 adalah tiket untuk menuju FIBA World Cup 2023. Tiket minimal itu harus didapatkan. Jika tidak, Indonesia bisa menjadi penonton saat menjadi tuan rumah ajang bergengsi tingkat dunia itu.

Indonesia bersama Filipina dan Jepang terpilih sebagai tuan rumah pada hajatan empat tahunan tersebut. Namun, hal itu tidak membuat timnas otomatis tampil. Minimal harus lolos ke FIBA Asia Cup 2021.

Dengan disahkan Prosper dan Jawato menjadi pemain naturalisasi, setidaknya menjadi harapan baru bagi timnas Garuda yang akan kembali tampil akhir Oktober ini melawan Thailand. Apalagi Menpora Zainudin Amali cukup ambisius. Lolos babak penyisihan FIBA World Cup 2020.

Prosper dan Jawato memiliki kesamaan dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Setelah diteken presiden, harus dibahas dan disahkan oleh DPR. Bedanya dalam proses pembahasan tentunya.

Polemik UU Cipta Kerja, Semua Berawal dari Niat Baik?

Brandon Van Dorn Jawato

Menurut catatan surat yang beredar, RUU Cipta Kerja disampaikan secara resmi oleh Presiden Jokowi pada 7 Februari 2020. Adapun, usulan naturalisasi Jawato Cs. pada 20 Februari 2020 sudah diteken presiden menurut Menpora. Tidak ada catatan kapan disampaikan ke DPR.

Sejak saat itu yang terdengar adalah pembahasan maraton RUU Cipta Kerja. Apalagi, Jokowi memberikan batas waktu 100 hari kepada legislatif untuk menuntaskan aturan sapu jagat tersebut.

Dua jempol akan diberikan presiden kepada dewan bila mampu menuntaskan regulasi tersebut dalam waktu 3 bulan. Sejatinya ada dua Omnibus Law. Satunya Omnibus Law soal Perpajakan. Namun, klausul soal perpajakan belakangan diketahui masuk dalam UU Cipta Kerja.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menukangi regulasi pun terpacu. Pembahasan pun dikebut. Bahkan, saat reses pun dijabani. Hingga akhirnya Sabtu (3/10) malam beredar kabar bahwa Baleg telah mengambil keputusan tingkat I atas hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Keputusan itu menggegerkan publik. Saat penduduk RI menikmati malam Minggu, legislatif tengah bekerja keras. Bahkan hingga dini hari. Rapat yang menurut undangan dihadiri 15 orang itu menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI.

Hanya dua orang dari Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS yang menolak pengesahan aturan ke rapat paripurna. Tujuh fraksi lain menyetujui. Minoritas pun kalah. Sesuai dengan prinsip demokrasi, mayoritas yang menang.

Polemik UU Cipta Kerja, Semua Berawal dari Niat Baik?

Baleg DPR

Kejutan berikutnya ketika kabar beredar bahwa paripurna digelar Senin (5/10). Benar adanya, RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Komposisi dukungan partai masih sama dengan keputusan tingkat I.

Publik pun dibuat heboh dengan putusan tersebut. Pertama, soal pembahasan kilat dan tertutup versi rilis Nahdlatul Ulama. Kedua, pasal kontroversial yang ada dalam regulasi tersebut, seperti ketenagakerjaan, masalah lingkungan, hingga komersialisasi pendidikan.

Kontroversi tersebut memicu penolakan. Aksi kekecewaan dilampiaskan di dunia maya dan nyata. Demonstrasi digelar secara besar-besaran pada 8 Oktober 2020. Semua sudut daerah rata-rata terjadi kericuhan. Termasuk Ibu Kota.

Kita semua memahami bahwa centang perenang regulasi di Indonesia telah menghambat investasi. Banyak aturan saling bersinggungan dan bertentangan. Alasan tersebut yang dipakai pemerintah melahirkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Mengevaluasi aturan dan menggabungkan menjadi satu. Langkah efektif dan efisien daripada melakukan revisi satu per satu undang-undang. Apalagi ada sekitar 80 UU dan ribuan pasal yang dibahas. Satu periode jabatan anggota dewan pun tak akan kelar.

Membaca draf UU Cipta Kerja versi paripurna yang diperoleh dari Setjen DPR RI memang membuat pening. Ada 905 halaman. Terdiri dari pasal utama dan penjelasan. Semua aturan itu ujungnya investasi.

Investasi dianggap sebagai kunci. Investasi masuk, lapangan kerja terbuka. Pengganguran berkurang. Kemiskinan pun diharapkan hilang.

Namun, ada premis menarik dari ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. Dalam acara talk show Mata Najwa, dia menyampaikan bahwa rapor investasi pemerintahan Jokowi dalam 3 tahun terakhir sebenarnya cukup positif.

Bahkan, mencapai lompatan tertinggi pada tahun lalu dengan capaian Rp809,6 triliun. Porsi asing mencapai Rp423,1 triliun. Nilai investasi tahunan pun lebih tinggi dari China, Malaysia, Thailand, Brazil dan Afrika.

Masalah utama yang dihadapi bangsa ini adalah korupsi. Dalam Executive Opinion Survey 2017, masalah korupsi di urutan pertama, dan birokrasi di urutan kedua. Masalah ketenagakerjaan justru di urutan sebelas.

Karena korupsi, membuat investasi yang masuk, meskipun besar, tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal itu terlihat rasio ICOR atau tingkat efisiensi melonjak mencapai 6,5 pada era Jokowi. Padahal saat Orde Baru sampai era SBY rerata ICOR hanya 4,3.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membenarkan bahwa korupsi dan masalah birokrasi menjadi investasi terhambat. Oleh sebab itu, menurut dia, kuncinya adalah Omnibus Law untuk memperlancar investasi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebenarnya harapan dari semua pihak sama mengenai output dari sebuah investasi. Mengapai kesejahteraan dan kebahagiaan semua elemen bangsa. Semua itu tentu diawali dengan niat baik. Seperti halnya keinginan Prosper yang cukup sederhana.

“Kemiskinan dan korupsi menjadi masalah di sini. Oleh karena itu, saya ingin memberi mereka kebahagiaan dan kebanggaan dengan membawa tim nasional basket Indonesia menjadi juara,” ujarnya seperti dikutip dari Bola-skor.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper