Bisnis.com, JAKARTA — Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengapresiasi disahkannya UU Cipta Kerja. Menurutnya tak ada satupun pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja atau buruh.
Hal tersebut dikatakan Tri Sasono selaku koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Mandiri.
"Kami telah membaca dan mempelajari pasal demi pasal UU Ciptaker [Cipta Kerja] untuk klaster ketenagakerjaaan yang terkait kesejahteraan kaum pekerja," katanya melalui siaran pers, Sabtu (10/10/2020).
Adapun salah satu yang menjadi sorotan adalah soal kabar upah minimum pekerja yang akan dihapuskan. Tri menyebut hal tersebut tidak benar.
Pasalnya, peraturan terkait upah minimum pekerja dalam UU Ciptaker tidak dihapuskan, tetapi perhitungan tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Tri mengatakan pendapatan pekerja yang diterima tidak akan turun sama sekali.
Sementara terkait hak-hak buruh yang di PHK untuk mendapatkan pesangon UU Ciptaker juga tetap mengatur terkait pesangon, yaitu adanya kepastian pembayaran pesangon dan korban PHK mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Baca Juga
"Selain itu juga Buruh Korban PHK mendapatkan fasilitas peningkatan kompetensi atau upskilling serta diberikan akses ke pekerjaan baru dari pemerintah," ujar Tri.
Berikutnya, terkait jam kerja bagi buruh bahwa dalam UU Ciptaker pengaturan mengenai waktu kerja mulai dari hari aktif, hari libur, istirahat, hingga hari cuti dalam UU Ciptaker masih sama seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Begitu juga pemberi kerja dan pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi pekerja termasuk untuk beribadah serta memberikan cuti baik untuk melahirkan, menyusui, dan haid tetap disesuaikan dengan UU 13/2003.
"Sementara yang sifatnya jenis pekerjaan tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti pekerjaan director e-commerce dan digitalisasi itu diatur khusus dalam hal jam kerjanya," katanya.
Tri menambahkan terkait PKWT dalam UU Ciptaker justru menguntungkan Buruh. Yaitu pekerja waktu tertentu (pekerja kontrak) kini mendapatkan kompensasi saat perjanjian kerjanya berakhir dengan syarat merujuk UU 13/2003.
Selanjutnya, terkait sistem pekerjaan yang mengunakan tenaga outsourcing dalam UU Ciptaker justru menjamin kepastian keberlanjutan pekerja outsourcing.
"Di mana selama ini banyak perusahaan jasa outsourching dan pengunanya pada nakal mengakali para pekerja outsourcing dalam hal kepastian pekerjaan dan masa kerjanya yang hanya tiga tahun saja," jelasnya.
Tri memastikan, syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan outsourcing masih tetap dipertahankan bahkan UU Cipta Kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya masih ada.
"Jika seperti ini maka setelah pekerja outsourcing menjalankan masa kerja lebih dari tiga tahun dan melakukan perpanjangan kontraknya maka perusahaan penguna jasa pekerja outsourcing wajib menjadikan mereka berstatus tenaga kerja tetap dan memiliki fasilitas gaji dan kesejahteraan sebagai pekerja tetap di perusahaan tersebut sesuai UU 13/2003," pungkasnya.