Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan DPR telah menyetujui RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna pada Senin (05/10/2020).
“Melalui RUU Cipta Kerja, diharapkan ada peningkatan penciptaan lapangan kerja, peningkatan kompetensi, kesejahteraan pekerja, peningkatan produktivitas kerja, dan peningkatan investasi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (05/10/2020).
Meski menuai kontroversi, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi UU setelah disetujui tujuh fraksi di Senayan. Mereka di antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara Partai Demokrat dan PKS menolak RUU tersebut.
Pemerintah optimistis bahwa UU Cipta Kerja nantinya akan mampu meningkatkan iklim investasi di Indonesia dan membuat banyak perusahaan mengalihkan investasinya ke Indonesia.
Airlangga menyebutkan bahwa hingga saat ini ada 143 perusahaan yang berencana melakukan relokasi investasi ke Indonesia, antara lain berasal dari Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan China.
Berikut fakta-fakta di balik Omnibus Law Cipta Kerja:
Baca Juga
1. Ambisi Jokowi Tarik Investasi
Ide Presiden Joko Widodo melahirkan Omnibus Law dimulai saat dia dilantik sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019. Berdasarkan pemberitaan Bisnis, Jokowi berencana untuk menyederhanakan regulasi melalui dua UU besar pada periode kedua pemerintahannya.
Jokowi mengatakan pihaknya selaku eksektif akan mengusulkan dua UU yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pembedayaan UMKM. Dengan ini puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja akan direvisi sekaligus melalui satu UU. Begitu juga dengan UU Pemberdayaan UMKM, puluhan UU yang menghambat perkembangan UMKM juga akan direvisi sekaligus melalui satu UU.
"Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU," ujar Jokowi saat pada pidato pelantikannya, Minggu (20/10/2019).
2. Target 100 hari
Jokowi bahkan memberikan misi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyelesaikan pembahasan dua Omnibus Law dalam 100 hari ke depan. Hal itu diucapkan Presiden dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2020 di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
“Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan yang sama yakni defisit neraca transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan selama bertahun-tahun. Masalah mendasar yang diakuinya di balik tak kunjung membaiknya neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan adalah banyaknya aturan yang menghambat.
3. Pembahasan Ngebut dan Tidak Transparan
Pembahasan UU Cipta Kerja dianggap terburu-buru dan cacat prosedur karena tidak melibatkan partisipasi publik khususnya serikat buruh.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai polemik muncul dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) disebabkan karena pemerintah tidak terbuka kepada pemangku kepentingan.
"Jangan alergi dengan berunding. Masalah utama penyelesaian RUU Omnibus Law adalah komunikasi dengan masyarakat, termasuk di kluster Ketenagakerjaan. Menurut saya, kita harus berpikir secara nasional ke depannya. Baik pemerintah, pengusaha, dan SP bisa lebih berkomunikasi," tuturnya kepada Bisnis, Kamis (16/7/2020).
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melayangkan kritik keras terhadap kinerja DPR RI, khususnya Badan Legislasi (Baleg) yang membahas draf RUU Cipta Kerja dengan pemerintah.
Menurutnya, pembahasan Omnibus Law kejar tayang seperti sinetron. RUU Cipta Kerja hanya dibahas lima hari dan itu merugikan buruh di seluruh Indonesia.
“Kualitas DPR buruk sekali, bahkan cenderung mengkhianati [kepercayaan] rakyat,” kata saat dihubungi Bisnis, Senin (05/10/2020).
4. Buruh Tolak dan Siap Demo
Said Iqbal memperkirakan bahwa ke depan akan ada gerakan mosi tidak percaya dari masyarakat terhadap DPR. Tak tanggung-tanggung, Sebanyak 2 juta buruh akan mengikuti mogok nasional sebagai bentuk protes terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dalam aksi protes yang berlangsung pada 6-8 Oktober ini, buruh akan menyuarakan tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Mereka menuntut agar tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK tidak dihilangkan.
Sementara itu, 2 juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Berikutnya adalah Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.
Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.
5. Reaksi Netizen
Kabar pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU mengundang berbagai reaksi dari publik, termasuk warganet. Lantaran, pengesahan UU ini dipercepat dari rencana awal yang semula akan dilaksanakan pada 8 Oktober 2020 mendatang.
Berdasarkan pantauan bisnis.com, Selasa (06/10/2020) hingga pukul 11:00 WIB, tagar #DPRPENGHIANAT mendominasi trending topic Twitter Indonesia yang menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja.
Bukan itu saja, Kalangan pemuka agama gerah dengan kehadiran UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin, Senin (5/20/2020). Mereka pun membuat petisi menolak keberadaan aturan yang dinilai bakal menganggu kebebasan beragama.
Petisi tersebut diinisiasi oleh enam pemuka agama, yaitu Busryo Muqodas (mantan Wakil Ketua KPK), Ulil Absar Abdalla (tokoh islam liberal), Engkus Ruswana (tokoh penghayat kepercayaan), Roy Murtadho (tokoh pesantren), Pendeta Merry Kolimon (tokoh pendeta feminis), dan Pendeta Penrad Sagian (tokoh pendeta Batak).
Belum 24 jam dibuat, lebih dari 700.000 orang menandatangani petisi tersebut. Ditargetkan ada 1 juta orang menandatangani petisi tersebut. Tidak disebutkan batas waktu penandatanganan petisi tersebut.
6. Ketuk Palu dan Walk Out Demokrat
Proses pengesahan UU Cipta Kerja menuai drama dari penutupan masa sidang yang dipercepat hingga aksi walk out (WO) dari fraksi Demokrat.
Pada rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ini juga diwarnai oleh sejumlah interupsi dari para anggota DPR RI. Salah satunya ialah kader Partai Demokrat Benny K. Harman. Sebelum menyatakan WO, Benny sempat menyampaikan interupsi untuk diberikan kesempatan menyampaikan tanggapan. Namun, hal itu ditolak oleh Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna DPR.
“Sebelum pemerintah yang saya banggakan menyampaikan pandangan, 1 menit saja [untuk berikan tanggapan],” kata Benny.
Sementara itu, Azis Syamsuddin tetap tidak memberikan kesempatan kepada Benny untuk menginterupsi dan meminta pemerintah untuk menyampaikan pandangannya. “Saya yang atur di sini,” ujar Azis.
Menanggapi hal itu, maka Benny menyatakan fraksi Partai Demokrat WO dari sidang tersebut.
“Kalau demikian, kami fraksi Demokrat menyatakan WO,” tegasnya.