Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia memperkirakan angka kerugian akibat pemberlakukan PSBB dan penurunan daya beli bisa mencapai Rp200 triliun.
“Kami setahun itu sekitar Rp400 triliun. Kalau hanya boleh beroperasi 50 persen jadi turun Rp200 triliun logikanya. Tapi kan biayanya nggak bisa utuh,” katanya dalam dalam diskusi virtual ‘Dalam Keterpurukan Penyewa dana Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi’, Senin (28/9/2020).
Dia merinci, para pengusaha ritel hanya boleh beroperasi hingga 50 persen untuk menjamin implementasi protokol kesehatan pada saat PSBB transisi. Pada saat ini pun, dia mengklaim para pengusaha belum bisa menutup kerugian sebelumnya.
Namun, ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk kembali melakukan PSBB maka langkah pemulihan sektor ritel menjadi suram.
Berdasarkan catatannya, jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor ritel dan pusat perbelanjaan sebanyak 3 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 persen bekerja di pusat perbelanjaan.
Jika ada penurunan seperti itu, dia menyatakan pengusaha ritel pasti akan menyesuaikan operasional usahanya. Salah satunya dengan mengurangi karyawannya.
Baca Juga
Tetapi dia menyebut para pengusaha lebih memilih merumahkan karyawan daripada melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya, ongkos untuk melakukan PHK dan merekrut kembali pekerja yang sudah memiliki skill sangat besar.
Ketika pengusaha merumahkan para karyawannya, dia mengemukakan hal itu akan berpengaruh terhadap daya beli sehingga semua lingkaran ekosistem pun menjadi terdampak.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengemukakan kondisi pusat perbelanjaan sudah mengalami kesulitan luar biasa.
“Pusat perbelanjaan sudah defisit besar sejak bulan Maret, sejak Presiden Jokowi mengumumkan Covid masuk ke Indonesia, tingkat kunjungan langsung turun dan berlangsung sampai saat ini,” katanya.