Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah dinilai mesti menciptakan kesesuaian antara dinamisme dunia bisnis dan kemampuan sistem pendidikan dalam mencetak pasukan tenaga kerja mahir saat ini.
Pasalnya, akibat pandemi Covid-19, terjadi perubahan mekanisme pembelajaran dari luring ke daring dalam dunia pendidikan di Tanah Air.
Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azam mengatakan pemerintah perlu menghadapi hal tersebut dengan bersikap fleksibel dalam menjalankan pendidikan yang seimbang antara jangka panjang dan pendidikan jangka pendek atau pelatihan.
"Pemerintah harus lebih fleksibel. Oleh karena itu, dana pendidikan abadi senilai Rp400 triliun dari pemerintah perlu diimbangi dengan dana untuk pendidikan jangka pendek atau pelatihan," ujar Bob kepada Bisnis, Rabu (16/9/2020).
Bob mengatakan dana yang dikucurkan pemerintah untuk pendidikan berbasis pelatihan masih di bawah Rp1 triliun. Hal tersebut, jelasnya, menjadi indikator utama yang menyebabkan kurangnya skill adjustment di Tanah Air.
Terkait denan hal tersebut, Bob mengatakan Kadin mengusulkan kepada pemerintah agar meningkatkan anggaran untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), terutama bagi pendidikan berbasis praktik atau vokasi.
Baca Juga
"Apalagi, pemerintah sendiri yang mendorong supaya pendidikan vokasi berkembang, tapi politik anggarannya lebih ke pendidikan jangka panjang. Sementara di negara lain, ada yang namanya skill development fund, baik dari pemerintah maupun dari perusahaan," tegasnya.
Selain itu, upaya tersebut perlu dilakukan agar tenaga kerja dalam negeri mampu bersaing di lapangan kerja yang terbentang pada saat investasi dari perusahaan berteknologi tinggi masuk ke Indonesia.
"Kita harus mencetak tenaga kerja terampil untuk menyambut investasi teknologi tinggi tersebut," sambung Bob.