Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memperoleh persetujuan pendanaan Green Climate Fund senilai US$103,8 juta atau Rp1,52 triliun untuk proposal REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan).
Berdasarkan Second Biennial Update Report (BUR-2) di 2018 , Indonesia memproyeksikan kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target penurunan emisi di 2030 mencapai US$247,2 miliar atau sekitar Rp3.461 triliun.
"GCF merupakan salah satu sumber pendanaan iklim non-APBN yang dapat membantu Indonesia mencapai nationally determined contribution (NDC)," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis (27/8/2020).
Sri Mulyani mengatakan di Indonesia pemerintah telah mengimplementasikan Climate Budget Tagging (CBT). CBT adalah mekanisme penandaan anggaran belanja kementerian untuk aktivitas yang terkait perubahan iklim, dimulai pada tahun 2016.
Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata alokasi anggaran perubahan iklim senilai Rp89,6 triliun per tahun atau 3,9 persen alokasi dari APBN per tahun.
APBN telah mendanai 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan perubahan iklim berdasarkan laporan Pemerintah Indonesia kepada UNFCCC dalam Second Biennial Update Report (BUR-2) tahun 2018.
Baca Juga
Namun pada 2020, terjadi penurunan alokasi pendanaan iklim dikarenakan kebijakan realokasi dan refocusing APBN. Alokasi anggaran untuk penanggulangan perubahan iklim di tahun 2020 terdiri dari 55 persen untuk aksi mitigasi dan 45 persen untuk aksi adaptasi.
Oleh karena itu, pemerintah perlu untuk mendorong mobilisasi sumber pendanaan iklim di luar APBN untuk mencapai target NDC.
Adapun hingga tahun 2030, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi yang masing-masing 29 persen pengurangan emisi tidak bersyarat (business as usual) dan 41 persen dari bantuan internasional.
"Indonesia aktif berpartisipasi mengendalikan perubahan iklim pada tingkat global melalui United Nations Framework Convention on Climate Change Conference of the Parties (UNFCCC COP)," tukasnya.
REDD+ adalah mekanisme yang dikembangkan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) yang memberikan insentif kepada negara berkembang untuk menanggulangi deforestasi dan degradasi hutan sebagai salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca.
Negara berkembang dapat mendapatkan pembayaran berbasis hasil dari aksi yang dilakukan dalam kerangka REDD+. Cakupan REDD+ Konservasi, Manajemen Hutan Lestari, Peningkatan Stok Karbon Hutan, Keterlibatan masyarakat, masyarakat adat dan komunitas tradisional.