Bisnis.com, JAKARTA – Bitcoin menembus rekor tertinggi atau all time high seiring dengan reli bursa saham Amerika Serikat (AS) yang mendorong investor semakin agresif mengambil risiko di pasar global.
Melansir Bloomberg pada Kamis (14/8/2025), harga aset kripto terbesar di dunia itu menembus level US$124.000 pada pukul 08.38 waktu Singapura. Bitcoin melampaui US$123.500 pada Rabu malam waktu New York, melewati rekor sebelumnya US$123.205,12 yang tercatat pada 14 Juli.
Kenaikan tersebut terjadi tak lama setelah indeks S&P 500 mencetak rekor penutupan tertinggi untuk sesi kedua berturut-turut, memperpanjang reli musim panas yang membawa indeks acuan tersebut ke rekor berulang kali.
Penguatan Bitcoin selama setahun terakhir didorong iklim regulasi yang lebih ramah di Washington di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Perusahaan publik, dipimpin oleh Michael Saylor’s Strategy, meningkatkan permintaan dengan menerapkan strategi populer menimbun Bitcoin sebagai aset cadangan.
Strategi tersebut kini merambah ke kripto lain seperti Ether, memicu kenaikan harga di pasar aset digital secara lebih luas.
Berdasarkan data CoinGecko, kapitalisasi pasar Bitcoin kini mencapai sekitar US$2,5 triliun, sementara Ether mendekati US$575 miliar. Kedua aset kripto tersebut menguasai sekitar 70% dari total perdagangan aset digital global.
Baca Juga
Kenaikan harga ini mencerminkan optimisme pasar yang merata, baik di instrumen spekulatif maupun indeks saham utama. Data inflasi AS yang sesuai ekspektasi pekan ini memperkuat keyakinan bahwa The Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada September, sehingga melonggarkan kondisi keuangan dan mendorong arus modal dari saham blue-chip ke aset digital yang volatil.
Chris Newhouse, Direktur Riset Ergonia mengatakan, aset kripto cenderung berkorelasi positif dengan saham, dengan hubungan yang lebih kuat pada Ether dibandingkan Bitcoin.
“Sentimen pasar secara umum terlihat positif," jelasnya.
Adapun, kenaikan Ether didorong permintaan berkelanjutan dari perusahaan treasury yang baru aktif, sementara laju Bitcoin yang lebih stabil ditopang arus masuk dana ETF meski menghadapi resistensi teknikal.
Ben Kurland, CEO platform riset kripto DYOR mengatakan, kombinasi inflasi yang moderat, ekspektasi pemangkasan suku bunga yang meningkat, serta partisipasi institusi yang belum pernah terjadi sebelumnya melalui ETF, menciptakan dorongan besar.
“Yang membedakan kali ini adalah kematangan basis permintaan — reli ini bukan sekadar euforia ritel, melainkan pembelian struktural dari manajer aset, korporasi, hingga negara," ujarnya.