Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mencatatkan kerugian US$761,23 juta atau sekitar Rp10,85 triliun apabila mengacu pada kurs per 30 Juni 2020 Rp14.265. Apakah hanya perusahaan pelat merah tersebut yang merugi selama periode itu?
Berdasarkan catatan Bisnis, dari 10 perusahaan migas global termasuk Pertamina, hanya Saudi Aramco yang masih mengantongi keuntungan sepanjang semester I/2020 sebeesar US$6,6 miliar.
Sementara itu, sederet perusahaan migas global seperti ExxonMobil, Pertamina, Chevron, ConocoPhillips, Total, Shell, Petrobras, BP, dan ENI kompak mencatatkan kerugian.
Adapun, ExxonMobil mencatatkan kerugian US$1,3 miliar atau Rp18,54 triliun, BP mencatatkan kerugian US$6,7 miliar atau Rp95,57 triliun, Total merugi US$8,4 miliar atau Rp119,82 triliun, sedangkan Shell mencatatkan kerugian paling besar yakni US$18,4 miliar atau setara Rp262,47 triliun.
Chevron mencatatkan kerugian senilai US$4,67 miliar, Petrobras mengantongi kerugian senilai US$10,13 miliar, dan ENI dengan kerugian €7,33 juta.
Mengacu pada catatan itu, memang Pertamina memiliki kerugian terkecil kedua setelah ExxonMobil. Tetapi, kerugian Pertamina pada enam bulan pertama tahun ini menjadi catatan negatif sejak satu dekade terakhir.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan, sepanjang semester I?2020 seiring dengan adanya pandemi Covid-19 di seluruh dunia, memberikan dampak yang signifikan kepada seluruh industri, termasuk industri migas.
"Seluruh major oil company di dunia terdampak dengan penurunan kinerja yang cukup dalam, bahkan banyak yang mengalami kerugian jauh lebih besar dari Pertamina, seperti Exxon, Shell, Total, BP, ENI, Chevron," katanya kepada Bisnis, Kamis (27/8/2020).
Pertamina tercatat memiliki total aset senilai US$72,23 miliar, ENI US$69,70 miliar, ConocoPhillips US$63,05 miliar.
Sebaliknya, perusahaan raksasa seperti ExxonMobil memiliki aset US$361,5 miliar, Chevron US$223,4 miliar, Total US$259,41 miliar, Shell US$375,1 miliar, Petrobras US$185,38, dan BP US$263,18.
Dia mengatakan, apabila kerugian dibandingkan dengan total aset perusahaan, maka nilai kerugian Pertamina menempati posisi kedua terkecil setelah ExxonMobil.
Baca Juga
Sementara jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki ukuran atau total aset yang mendekati Pertamina, kerugian yang dicatatkan masih jauh lebih rendah.
Fajriyah menuturkan, mitigasi dan adaptasi yang dilakukan manajemen Pertamina melalui berbagai langkah strategis, berhasil menahan kerugian yang jauh lebih besar.
"Kendati di tengah tantangan yang berat ini, Pertamina optimistis dan tetap konsisten menjaga operasional perusahaan serta ketahanan energi, sehingga dapat mencapai target kinerja yang positif di akhir tahun," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, indikator perbaikan kinerja telah terlihat sejak Mei sampai dengan Juli 2020. Dia mengklaim Pertamina telah mencatatkan laba bersih setiap bulannya.
Fajriyah mengungkapkan, Pertamina mencatatkan laba bersih (unaudited) per Juli sebesar US$408 juta, maka kerugian kumulatif sampai dengan Juli dapat ditekan dan berkurang menjadi US$360 juta atau setara Rp5,3 Triliun.
Selain itu, kinerja laba operasi dan EBITDA juga tetap positif, sehingga secara kumulatif dari Januari sampai dengan Juli 2020 mencapai US$1,26 miliar dan EBITDA sebesar US$3,48 miliar.
"Dengan memperhatikan trend yang ada, kami optimistis kinerja akan terus membaik sampai akhir tahun 2020,” ungkapnya.