Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) berharap agar pemerintah membayar utang atas kompensasi harga jual eceran Rp96 triliun dan utang subsidi BBM Rp13 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan bahwa piutang Pertamina atas pemerintah sangat diperlukan untuk memperbaiki kinerja keuangan perseroan saat ini.
"Jadi, kalau pemerintah menyampaikan dukungan melakukan pembayaran akan sangat membantu kerugian kurs," katanya dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM, Rabu (26/8/2020).
Emma menjelaskan bahwa pengaruh selisih kurs rupiah terhadap dolar AS sangat besar terhadap kinerja keuangan Pertamina pada tahun ini.
Hal itu, kata Emma, menjadi salah satu faktor penekan yang membuat Pertamina mencatatkan kerugian sepanjang periode enam bulan pertama.
Dia menjelaskan bahwa piutang dengan satuan rupiah itu merepresentasikan 60 persen rugi kurs perusahaan. Pasalnya, seluruh pencatatan Pertamina menggunakan kurs dolar AS, sedangkan utang pemerintah menggunakan kurs rupiah.
Baca Juga
"Kami lakukan hedging di market pun enggak bisa flow-nya untuk kurs currency sampai Rp100 triliun lebih. Ini menimbulkan komposisi rugi 30—40 persen dari kerugian kami," jelasnya.
Berdasarkan Perpres No. 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, total utang kompensasi pemeritah atas selisih harga jual eceran (HJE) sampai dengan 2019 tercatat senilai Rp96,50 triliun yang pelaksanaan penugasan penyalurannya sudah dilakukan sejak 2017.
Adapun, perinciannya adalah pada 2017 utang pemerintah senilai Rp0,78 triliun, 2018 sebesar Rp44,85 triliun, dan 2019 sebanyak Rp30,86 triliun.
Sesuai dengan Berita Acara Rekonsiliasi Pencatatan dan Penyajian Utang Piutang Kompensasi Antara Kementerian Keuangan RI dan PT Pertamina (Persero) No. BA-24/AG.6/2020 dan No. 004/H00000/2020-S0, rencananya dibayar senilai Rp45 triliun pada tahun ini, sedangkan sisanya Rp51,5 triliun dibayar setelah 2020.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa mekanisme pembanyaran kompensasi BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) telah diatur dalam Peraturan Menkeu No. 227/2019 tentang Cara Penyedia, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi Atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha akibat kebijakan penetapan harga jual eceran BBM dan TTL.
Dia menambahkan bahwa dana kompensasi dibayarkan pada 2020 sebesar Rp91 triliun yang terdiri atas Rp45,50 triliun untuk PT PLN (Persero), Rp45 triliun untuk PT Pertamina (Persero), dan Rp660 miliar untuk PT AKR Corporindo Tbk.
Dari jumlah tersebut, kata Arifin, sebesar Rp15 triliun sudah dianggarkan dalam APBN 2020 dengan perincian Rp7,17 triliun untuk PLN, Rp7,17 triliun untuk Pertamina, dan Rp660 miliar untuk AKR.
Sementara itu, sisanya sebesar Rp76 triliun dianggarkan melalui Perpres No. 54/2020 dan Perpres No. 72/2020 termasuk dalam pemulihan ekonomi nasional.
"Perihal pembayaran subsidi ini, swasta ini memang tahun 2018 itu terakhir 2019 tidak ada lagi. Jadi, sisa utangnya inilah yang harus kita selesaikan supaya tidak menyulitkan badan usaha dalam usahanya," kata Arifin.