Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Anggaran 2021 Naik Jadi 5,5 Persen dari PDB

Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI pada sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI pada sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengubah rencana asumsi defisit APBN pada 2021 menjadi 5,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB) atau Rp971,2 triliun dari sebelumnya di angka 5,2 persen dari PDB.

Hal itu diungkapkan Presiden Joko Widodo saat membacakan Nota Keuangan dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR dan DPD RI, Jumat (14/8/2020).

"Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun," katanya, Jumat (14/8/2020).

Dia menuturkan ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan.

Namun, kata Jokowi, hal itu dilakukan dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal.

Adapun pelebaran defisit itu akan digunakan untuk anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp169,7 triliun atau setara 6,2% persen APBN. Anggaran kesehatan diarahkan untuk peningkatan dan pemerataan dari sisi supply, serta dukungan untuk pengadaan vaksin, meningkatkan nutrisi ibu hamil dan menyusui, balita, penanganan penyakit menular, serta akselerasi penurunan stunting.

"Anggaran kesehatan juga digunakan untuk perbaikan efektivitas dan keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional. Serta penguatan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, serta sistem kesehatan terintegrasi," kata Presiden

Jokowi menganggarkan Pemulihan Ekonomi Nasional jilid II pada RAPBN 2021 Rp356,5 triliun, yang diarahkan lima aspek.

Pertama, penanganan Kesehatan dengan anggaran sekitar Rp25,4 triliun untuk pengadaan vaksin atau antivirus Covid-19, sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, litbang, serta bantuan iuran BPJS untuk PBPU.

Kedua, perlindungan sosial pada masyarakatmenengah ke bawah sekitar Rp110,2 triliun, melalui program keluarga harapan, kartu sembako, kartu pra kerja, serta bansos tunai.

"Ketiga, sektoral Kementerian atau Lembaga dan Pemda dengan anggaran sekitar Rp136,7 triliun, yang ditujukan untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, kawasan industri, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, serta antisipasi pemulihan ekonomi,"

Keempat, dukungan pada UMKM sekitar Rp48,8 triliun, melalui subsidi bunga KUR, pembiayaan UMKM, penjaminan serta penempatan dana di perbankan.

"Kelima, pembiayaan korporasi sekitar Rp14,9 triliun, yang diperuntukkan bagi lembaga penjaminan dan BUMN yang melakukan penugasan. Keenam, insentif usaha sekitar Rp20,4 triliun, melalui pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, dan pengembalian pendahuluan PPN," ujar Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper