Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu mengerjakan banyak hal untuk mengejar performa ekonomi yang positif pada kuartal III setelah data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa ekonomi terkontraksi sebesar 5,32 persen pada kuartal II/2020.
Berbeda dengan China yang berhasil pulih pada kuartal II setelah berjibaku dengan Covid-19 sepanjang kuartal I, Indonesia menghadapi tantangan berupa kondisi produktivitas sektor riil dan kondisi penanganan ekonomi serta kesehatan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani berpendapat bahwa pemulihan ekonomi kuartal III akan sangat bergantung pada stimulus pemerintah karena permodalan di dalam negeri tidak sekuat China.
“Dari sisi kebijakan, stimulus kita sudah baik dan sudah tepat, tetapi tidak efektif untuk mendongkrak kinerja sektor riil karena pencairan atau distribusinya terhambat, khususnya kepada masyarakat yang kehilangan pendapatan dan pelaku usaha yang kekurangan modal usaha,” kata Shinta saat dihubungi, Rabu (5/8/2020).
Menurutnya, pemulihan pada kuartal III akan sulit terwujud jika stimulus bagi masyarakat dan dunia usaha masih tersendat. Sampai akhir Juli lalu, realisasi anggaran penanganan Covid-19 yang mencakup jaminan sosial bagi masyarakat terdampak dan sektor usaha baru mencapai 20 persen dari total Rp695 triliun.
Di sisi lain, Shinta berujar bahwa reformasi kebijakan ekonomi, khususnya yang memengaruhi perbaikan iklim usaha dan investasi perlu terus dijalankan agar peningkatan kinerja sektor riil tak hanya bertumpu pada stimulus, tetapi juga dengan penanaman modal asing.
Baca Juga
Menurutnya, hal inilah yang memicu pemulihan ekonomi China bisa solid pada kuartal II.
“Ini [reformasi kebijakan ekonomi] menjadi faktor penting yang membedakan Indonesia dan China dalam hal recovery karena foreign direct investment restrictiveness Indonesia lebih tinggi dari China,” lanjutnya.
Jika iklim usaha di dalam negeri tak dibenahi, katanya, pemulihan ekonomi pada kuartal III bakal mudah terganggu faktor eksternal dan bukan tak mungkin membutuhkan waktu lebih lama karena aliran permodalan lebih rendah dibandingkan denagn kebutuhan sektor riil.
“Lapangan pekerjaan pun sulit atau lambat diciptakan kembali bagi pekerja-pekerja yang kehilangan pemasukan sepanjang pandemi. Jadi, realisasi stimulus dan perbaikan usaha harus berjalan bersamaan agar Indonesia bisa rebound secepat mungkin,” kata Shinta.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa pemerintah perlu membelanjakan setidaknya Rp800 triliun dalam satu kuartal untuk mencegah jatuhnya Indonesia ke jurang resesi.
Menurutnya, peningkatan daya beli tetap menjadi kunci dalam pemulihan ekonomi nasional.
Dengan daya beli yang terjaga, ketimpangan pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama kuartal II 2020 dapat dikejar. Dengan demikian, ekonomi kuartal ketiga diharapkan dapat pulih dan berangsur membaik.
"Tren inilah yang sedang dikejar oleh pemerintah," kata Airlangga.