Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai peningkatan indeks manufaktur Indonesia atau Purchasing Manager's Index (PMI) pada Juni-Juli 2020 di atas level 50 dinilai masih memerlukan waktu.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan peningkatan PMI Indonesia ke level 49,6 pada Juli 2020 merupakan tanda positif. Namun demikian, perjalanan untuk menembus level 50,0 dinilai masih panjang.
"Pemulihannya sekarang secara bertahap. Industri manufaktur tidak bisa disamaratakan [performanya]. Ada sektor tertentu lebih cepat [pemulihannya] dari lainnya. Secara umum pemulihan [dalam waktu dekat tidak bisa balik normal seperti pra-pandemi," katanya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Seperti diketahui, PMI merupakan indeks yang menggambarkan kondisi industri manufaktur dan tingkat optimisme industriawan pada masa tertentu. Sektor manufaktur sebuah wilayah menunjukkan sedang ekspansif jika angka PMI lebih dari level 50,0, sedangkan sedang kontraktif jika di bawah level 50,0.
Adapun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan PMI Indonesia dapat menembus level 50,0 pada kuartal III/2020. Menanggapi hal tersebut, Shinta menilai Kemenperin akan sulit mencapai target tersebut.
Meskipun pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 diramalkan akan membaik, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 berada di zona merah. Selain itu, pendorongan sektor ekonomi tanpa memperhatikan protokol kesehatan akan kontraproduktif.
Baca Juga
"Covid-19 ini harus bisa kita kendalikan. Protokol kesehatan itu penting. Kami sekali lagi mendukung kalau pemerintah punya target [pertumbuhan PMI] di atas 50,0, tapi apakah ini bisa dicapai?" ujarnya.
Walaupun sulit dicapai dalam waktu dekat, Shinta setidaknya memberikan tiga saran kepada pemerintah untuk memulihkan sektor manufaktur secara bertahap.
Pertama, pemberian dan kemudahan insentif untuk pemulihan sisi supply. Seperti diketahui, pemerintah sudah memberikan berbagai insentif pajak maupun stimulus modal kerja bagi pabrikan.
Shinta menyarankan agar pemerintah mempermudah penyerapan stimulus maupun insentif pajak tersebut agar mudah digunakan pabrikan. "Kalau stimulus ini bisa direalisasikan, ini bisa cukup membantu [pabrikan]."
Kedua, mempercepat belanja pemerintah untuk merangsang daya beli masyarakat. Shinta menilai kecepatan dan ketepatan belanja pemerintah menjadi kunci untuk merangsang sisi permintaan sektor manufaktur.
Ketiga, mempermudah perizinan ekspor dan impor bahan baku untuk merangsang sisi permintaan di pasar global. Shinta menilai kemudahan produksi dan distribusi untuk pasar global akan berkontribusi dalam pemulihan sektor manufaktur nasional.
"Selain mencari pasar-pasar yang membutuhkan produk-produk lokal, [pabrikan] perlu melakukan cost efficiency dan diversifikasi pasar. Ini hal-hal yang dibutuhkan untuk boosting PMI kita," ucapnya.