Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri kecil dan menengah (IKM) kerap dianaktirikan lantaran kapasitas produksinya yang kecil. Namun demikian, kini IKM menjadi penggerak perubahan tren penggunaan serat.
Pada umumnya, IKM dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berada pada industri garmen dan kain. Adapun, IKM kain biasanya menggunakan tiga jenis benang, yakni benang polyester, rayon, dan kapas.
Pabrikan benang selama ini selalu mengimpor serat kapas untuk diolah menjadi benang lantaran sektor perkebunan nasional tidak memproduksi kapas. Sementara itu, pabrikan serat nasional terkenal dengan kapasitas produksi polyester dan rayon yang tinggi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat ada sekitar 33 industri serat nasional dengan kapasitas produksi mencapai 3,31 juta ton. Walau demikian, devisa industri serat hingga akhir 2019 masih defisit seitar US$950 juta.
PT Asia Pacific Rayon (APR) mendata mulai ada peningkatan permintaan benang dan kain berbahan rayon di pasar domestik sepanjang tahun ini. Oleh karena itu, lanjutnya, utilitas sepanjang semester I/2020 konsisten berada di level 100 persen.
"Semangat kawan-kawan [IKM] di bagian hilir industri ini di luar perkiraan orang. Mereka kecil [kapasitas produksinya], tapi banyak dan [membuat konsumsi bahan bakunya] besar sebenarnya," katanya Direktur APR Basrie Kamba kepada Bisnis belum lama ini.
Baca Juga
Industri serat rayon nasional memiliki kapasitas terpasang sekitar 800.000 ton per tahun. Adapun, kapasitas tersebut direncanakan meningkat menjadi 1 juta ton per tahun pada 2021 dengan meningkatnya kapasitas terpasang APR.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata konsumsi nasional serat rayon pada 2019 naik sebesar 3 persen secara tahunan menjadi 357.000 ton. Adapun, volume produksi melonjak sebesar 40 persen menjadi 660.000 ton.
Di samping itu, volume impor serat rayon merosot hingga 48 persen dari 95.000 ton pada 2018 menjadi 49.000, sedangkan volume ekspor meroket 61 persen menjadi 352.000 ton. Dengan kata lain, surplus neraca dagang industri rayon per 2019 mencapai 303.000 ton pada 2019 atau naik 146 persen dari realisasi 2018.
Basrie belum dapat meramalkan apakah konsumsi rayon di dalam negeri akan kembali meningkat seperti realisasi 2019. Namun demikian, Basrie berharap pelaku IKM TPT dapat memanfaatkan momentum perubahan tren penggunaan kain dari kapas menjadi rayon yang terjadi baru-baru ini.
Berdasarkan data Kemenperin, setidaknya ada lebih dari 500.000 unit IKM di industri TPT pada akhir 2019. Adapun, IKM di industri TPT terdapat pada industri antara yakni sebanyak 131.000 unit dan industri garmen sebanyak 407.000 unit.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai alasan IKM mulai menggunakan bahan baku berdasar rayon disebabkan oleh arus impor serat kapas yang tesendat akibat pandemi Covid-19. Alhasil, IKM menggunakan bahan baku yang tersedia di dalam negeri, yakni rayon dan polyester.
APSyFI mendata pabrikan lokal mengimpor serat kapas sekitar 600.000 ton per tahun. Adapun, 400.000 ton akan diproduksi dan diekspor dalam bentuk pakaian jadi, sedangkan 200.000 ton akan digunakan untuk kebutuhan pasar domestik.
Adapun, volume impor kapas diprediksi akan ada pengurangan volume impor serat kapas hingga 100.000 ton hingga akhir 2020.
“Serat kapas di-replace ke rayon. Trennya juga akan berganti sama polyester pada kuartal IV/2020. Ini akan bagus karena neraca dagang kita di serat akan membaik," ujar Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasata.
Menurutnya, peningkatan konsumsi bahan baku berdasar rayon sejalan dengan jenis garmen yang diproduksi IKM garmen, yakni baju rumahan.
Seperti diketahui, baju rumahan menuntut pemakaian bahan baku yang lebih nyaman dan murah. Adapun, pakaian rumahan yang dimaksud adalah daster, kaos, dan jenis garmen sederhana lainnya.
Dengan terbatasnya pergerakan impor, volume kapas yang dapat digunakan oleh pabrikan garmen menjadi sedikit dan harga yang didapatkan menjadi lebih tinggi.
Alhasil, industri garmen nasional mengalihkan penggunaan serat kapas menjadi serat rayon dan polyester yang sudah di produksi di dalam negeri.
"[Produksi] rayon sekarang posisinya tiga besar dunia. Kalau dari sisi impor kapasnya turun karena di-replace rayon dan ekspor rayon naik, akan ada perbaikan neraca [dagang serat]," ucapnya.
Namun demikian, Redma meramalkan neraca dagang serat belum menyentuh zona hijau melainkan pengurangan defisit. Menurutnya, defisit neraca dagang serat dapat berkurang maksimal 47,36 persen menjadi sekitar US$500 juta.
Redma menilai harus ada peningkatan performa yang signifikan pada industri serat polyester jika neraca dagang serat ditargetkan positif. Pasalnya, lanjutnya, produksi industri rayon nasional saat ini sudah jauh melebihi kebutuhan nasional.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman meramalkan utilitas industri garmen pada akhir tahun dapat membaik ke posisi 80-90 peren. Sementara itu, utilitas industri hulu dan antara TPT diprediksi dapat kembali ke level 60-70 persen.
Rizal menilai penggunaan serat kapas saat ini cukup berisiko lantaran pergerakan barang yang masih terbatas di pasar global. Sementara itu, lanjutnya, penggunaan serat rayon saat ini lebih aman lantaran pasokan serat rayon di dalam negeri berlimpah.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian menyatakan akan ada investasi baru pada industri kain dalam waktu dekat. Menanggapi hal tersebut, Rizal menilai hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari pemberlakuan beleid bea masuk tindakan perlindungan (BMTP) produk kain belum lama ini.
"[Perbaikan utilitas] terutama akan terjadi pada industri garmen [berorientasi] lokal. [Proyeksi] itu kuncinya adalah menjaga impor pakaian jadi ke pasar domestik. Kalau itu [pakaian jadi impor] lolos, [industri] garmen lokal kita mati," katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Sementara itu, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan berkurangnya impor kain di dalam negeri membuat parikan kain nasional memutuskan untuk melakukan investasi tambahan.
Pasalnya, kemampuan produksi industri kain saat ini hanya mampu memenuhi seperdelapan dari permintaan nasional.
"Sekarang, demand kain 8 juta meter per bulan. Jadi, beberapa industri sudah mulai investasi di [produk] weaving. [Ada] satu pabrikan [berencana] mendatangkan 400 mesin weaving," ucapnya.
Seperti diketahui, ada dua proses pengolahan benang menjadi kain, yakni knitting dan weaving. Adapun, kedua produk kain tersebut dikelompokkan menjadi kain mentah atau kain grey.
Proses selanjutnya dalam industri kain adalah megolah kain grey menjadi kain jadi melalui proses finishing. Elis berujar permintaan kain jadi saat ini juga tinggi lantaran permintaan pada industri garmen mulai bergerak.