Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembahasan RUU Ciptaker Tak Pasti, Pertumbuhan Ekonomi Jadi Taruhan

Hengkangnya beberapa representasi kubu pekerja dalam pembahasan Omnibus Law ketenagakerjaan dapat berimbas pada kembali terhambatnya finalisasi RUU Ciptaker.
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif serta untuk mengecek fasilitas laktasi dan perlindungan kesehatan bagi pekerja terutama saat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif serta untuk mengecek fasilitas laktasi dan perlindungan kesehatan bagi pekerja terutama saat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) klaster ketenagakerjaan kembali terkatung-katung. Kali ini, pemicunya adalah perpecahan di kubu perwakilan pekerja yang memilih hengkang dari tim pembahas RUU tersebut.

Termasuk dari yang hengkang, antara lain Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani (KSPSI AGN).

Hengkangnya beberapa representasi kubu pekerja dalam pembahasan Omnibus Law ketenagakerjaan dapat berimbas pada kembali terhambatnya finalisasi RUU Ciptaker.

Padahal, RUU ini idealnya ditujukan sebagai penyehat ekosistem bisnis dan ketenagakerjaan agar RI bisa tancap gas menggaet investasi saat masa pemulihan ekonomi.

Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gajah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi mengatakan terhambatnya upaya pemerintah untuk menarik investasi akibat terkatung-katungnya proses penyelesaian RUU Omnibus Law akan berimplikasi kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi negara.

"Bila pertumbuhan ekonomi tidak dapat meningkat, maka penciptaan peluang kerja juga akan terhambat dan itu akan mempersulit angkatan kerja untuk mendapatkan kerja. Implikasi lainnya, upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran juga akan sulit dilakukan," kata Tadjudin kepada Bisnis, Kamis (16/7/2020).

Menurutnya, pemerintah harus melakukan negosiasi dengan pihak Serikat Pekerja dan memasukkan hak-hak para pekerja sesuai dengan prinsip saling menguntungkan di mana tidak terdapat unsur-unsur yang menegasikan hak-hak pekerja.

Selama ini, lanjutnya, hal yang menjadi alasan atas penarikan diri sejumlah Serikat Pekerja di Tim Teknis Omnibus Law Ketenagakerjaan adalah ketidakberpihakan terhadap kepentingan para pekerja.

"Beberapa pasal yang terkait dengan hak untuk berserikat dan hak pekerja yang sebelumnya tercantum dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus dan tidak tercantum di dalam RUU omnibus Law. Para wakil serikat [pekerja] menganggap RUU Omnibus Law hanya menguntungkan kepentingan para investor dan pengusaha," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper