Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mengungkap bahwa keberadaan kluster UMKM pada RUU Cipta Kerja masih perlu diperkuat dan diperjelas.
Hal ini disampaikan Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang ketika menjadi moderator dalam diskusi virtual bertema Nasib UMKM Pada RUU Cipta Kerja, Senin (18/5/2020).
"Di RUU kita belum ada kejelasan investor yang mau masuk itu bermitra dengan UMKM. Baru bersifat imbauan. Harusnya ada kewajiban, keharusan, dan kalau tidak mau harus ada sanksinya," ungkapnya.
Menurut Sarman, calon UU Ciptaker yang masih berproses di Badan Legislatif DPR RI ini harus mampu memperkuat posisi UMKM sebagai salah satu kekuatan perekonomian Nasional ke depan.
Terlebih, kontribusi UMKM terhadap perekonoman nasional telah terbukti begitu besar, yakni enyumbang 60 persen dari total produk domestik bruto (PDB), menyediakan 96 persen lapangan pekerjaan, dan 14 persen dari total ekspor.
Turut hadir dalam diskusi ini Sandiaga S. Uno, Ketua Dewan Pembina HIPPI DPD DKI Jakarta yang menyarankan kebijakan-kebijakan yang mampu menjembatani UMKM untuk bertumbuh.
Salah satunya, mengembalikan rest area di jalan-jalan tol menjadi domain UMKM, dan mendorong UMKM sebagai rantai pasok perusahaan besar.
"Bukan hanya online trading dan imbauan. Tapi harus ada pendekatan pendampingan dan mengharuskan perusahaan untuk merangkul UMKM," jelas Sandiaga.
Pria yang pernah merasakan momen sebagai calon wakil presiden RI ini pun menceritakan contoh pengalaman gurunya, konglomerat William Soeryadjaya di Astra Internasional yang mengembangkan Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Lewat yayasan tersebut, Astra berhasil ikut membina 60.000 UMKM untuk membuat dan menjadi supplier jok, spion, serta suku cadang lainnya selama 20 tahun.
Senada dengan Sandiaga, Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Sidik Motik mengungkapkan bahwa RUU Ciptaker perlu memberikan ketegasan terhadap definisi UMKM.
Pasalnnya, selama ini masih banyak kementerian/lembaga yang belum kompak dalam memposisikan UMKM.
Yani pun mendorong agar lewat undang-undang ini, Indonesia bisa belajar banyak dari negara lain dalam memposisikan UMKM.
Misaknya, menyediakan zona-zona tertentu untuk hanya boleh diisi UMKM, membatasi jam operasional retail besar di daerah-daerah tertentu, namun tetap memperbolehkan UMKM beroperasi selama 24 jam, dan menyediakan mekanisme khusus bagi UMKM menjadi supply chain Badan Usaha Milik Negara/Daerah.
"E-procurement itu bagus. Tapi kalau diterapkan untuk UMKM tidak tepat. Karena e-procurement pasti yang masuk distributor utama dan pemain besar yang masuk. Harus ada treatment tersendiri agar UMKM punya tempat di BUMN dan BUMD kita," jelasnya.
Baca Juga
15 MASUKAN
Turut hadir dalam diskusi ini Sekretaris Kementerian Koperasi & UMKM RI Rully Indrawan, Anggota Baleg RUU Cipta Kerja DPR RI Firman Subagyo, dan Ketua BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H. Maming.
Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo mengaku akan memperjuangkan berbagai masukan masukan yang memperkuat UMKM pada RUU Cipta Kerja.
Sementara Ketua Umum BPP HIPMI Mardani H. Maming menekankan agar perizinan UMKM kedepan agar dipermudah dengan system online dan memastikan kewajiban para investor bermitra dengan UMKM.
Adapun, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyampaikan Kemekop akan siap menerima masukan dan memperjuangkan bersama agar berbagai aspirasi ini dapat diakomodir pada RUU Cipta Kerja.
Hasil diskusi ini akhirnya menghasilkan kesimpulan adanya 15 masukan yang akan dirumuskan lagi untuk diteruskan ke pembahasan RUU Ciptaker di DPR RI, di antaranya:
- Kepastian kemudahan perizinan usaha dalam bentuk Nomor Induk Berusaha (NIB),
- Jaminan akses pembiayaan/permodalan,
- Sertifikasi halal khusus produk UMKM,
- Kewajiban Perusahaan Besar/Investor bermitra dengan perusahaan UMKM,
- Kewajiban instansi pemerintah mempergunakan berbagai produk UMKM,
-Kuota lahan UMKM di setiap rest area dan Fasilitas khusus pada KEK,
- Skala upah minimum khusus bagi UMKM,
- Tarif iklan khusus bagi produk UMKM di berbagai Media,
- Kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan,
- Kemudahan mendapatkan HAKI,
- Meminimalisir regulasi tumpang tindih yang menghambat untuk UMKM,
- Meminimalisir regulasi tumpang tindih yang menghambat untuk Koperasi,
- Tenaga pendamping di lapangan melayanani konsultasi usaha,
- Mengakomodasi UMKM di proyek pemerintah yang bersumber dari APBN dan APBD, serta
- Memperkuat anggaran dan keberadaan Kementerian UMKM sebagai institusi Pemerintah yang secara tunggal melakukan pembinaan dan pemberdayaan UMKM.