Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menyampaikan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2019 ke DPR.
Penyampaian hasil pemeriksaan atas LKPP ini dilakukan setelah lembaga auditor negara sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap seluruh entitas di pemerintah pusat.
"Agenda hari ini penyampaian laporan hasil pemeriksaan LKPP tahun 2019," tulis agenda di DPR, Selasa (14/7/2020).
Dalam catatan Bisnis, beberapa tahun belakangan, laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) selalu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Namun demikian, dalam sebuah wawancara seusai pelantikannya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna pernah mengungkapkan perolehan opini WTP atas LKPP penuh dengan catatan.
Dia menyebut perolehan opini WTP tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan revaluasi aset yang dalam proses pemeriksaan BPK banyak ditemukan persoalan.
Baca Juga
"Jika dipaksakan menggunakan revaluasi aset opini tidak seperti sekarang," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna seusai pengambilan sumpah jabatan di Mahkamah Agung.
Seperti diketahui, selama tiga tahun berturut-turut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) selalu memperoleh opini wajar tanpa pengecualian. Perolehan opini tersebut diklaim pemerintah sebagai salah satu indikator pengelolaan anggaran makin kredibel.
Namun demikian, temuan BPK soal revaluasi aset tersebut mengindikasikan bahwa masih banyak persoalan proses pengelolaan anggaran maupun aset negara. Apalagi, BPK juga menolak laporan revaluasi aset yang disampaikan pemerintah.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1/2019 misalnya, BPK menemukan tiga persoalan mengenai pengelolaan aset. Pertama, pengendalian atas pengelolaan aset tetap pada kementerian dan lembaga belum memadai antara lain terdapat aset tetap bersaldo minus sebesar Rp2,11 triliun.
Kedua, ada aset tetap pada 12 kementerian dan lembaga belum didukung dengan dokumen kepemilikan sebesar Rp55,92 triliun. Ketiga, aset tetap pada 16 kementerian dan lembaga dikuasai dan digunakan oleh pihak lain sebesar Rp97,18 triliun.
Akibat berbagai persoalan tersebut, saldo aset tetap pada neraca dan beban penyusutan tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya, tidak terjamin keamanannya, dan belum dapat digunakan untuk mendukung operasional kementerian dan lembaga.
"Itu masalah cukup berat, kami merekomendasikan tidak gunakan hasil evaluasi aset tersebut dalam laporan keuangan yang dibuat pemerintah," ungkapnya.
Adapun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas penilaian kembali Barang Milik Negara (BMN) tahun 2017-2018. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pada seluruh Laporan Keuangan Kementerian atau Lembaga (LKKL) yang melaksanakan penilaian kembali atau total sebanyak 82.
Penilaian kembali BMN di tahun 2017-2018 sebelumnya diharapkan berdampak sangat signifikan terhadap nilai aset pemerintah pada LKPP dan 82 LKKL tahun 2018. Penilaian kembali ini dilakukan atas 945.460 aset dengan nilai wajar sebesar Rp5.728,49 triliun.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengklaim jumlah aset pemerintah selama tahun 2018 meningkat menjadi Rp6.214, 2 triliun atau naik sekitar 4% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp5.947 triliun.
Total aktiva atau aset pemerintah senilai Rp6.214,2 triliun tersebut dihitung atas utang atau liabilities senilai Rp4.855,5 triliun dan ekuitas akhir senilai Rp1.358,7 triliun. Jumlah tersebut merupakan merupakan yang tertinggi selama empat tahun belakangan.