Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperingatkan adanya potensi PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) mengalami kerugian yang besar akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Untuk itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo meminta agar PT KCI melakukan perhitungan dan mencari strategi untuk bisa menutupi kerugian yang terjadi. Langkah itu dibutuhkan agal KCI tidak mengalami kegagalan bisnis yang berdampak kepada konsumen kereta rel listrik (KRL).
"[Kegagalan bisnis] ini [bisa] terjadi ketika biaya penjualan tiket dan subsidi public service obligation (PSO) tak bisa tutupi biaya operasional," jelasnya dalam webinar, Sabtu (13/6/2020).
Pengalaman yang ada, terangnya, telah terjadi di beberapa comuterline yang beroperasi Asean contohnya di Thailand. Jumlah penumpang terlalu sedikit sehingga terjadi gagal operasi akhirnya operator commuterline mendapatkan bantuan pendanaan dari operator jalan tol.
Begitupun dengan KCI, paparnya, yang biasanya mengelola 1 juta penumpang setiap harinya, kini di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan PSBB transisi mengelola rata-rata 200.000 penumpang perhari.
Dengan terjadinya fenomena tersebut, terdapat potensi kehilangan 800.000 penumpang yang jika dikonversikan dalam bentuk tiket per penumpang Rp3.500. Artinya KCI kehilangan sebanyak Rp2,8 miliar per hari.
Baca Juga
Belum lagi subsidi PSO yang dihitung per penumpang tentu membuat KCI kehilangan banyak jatah subsidi dari aktivitas penumpang di masa pandemi virus corona ini.
Sudaryatmo melanjutkan perlu ada upaya pencegahan kegagalan operasi dari KCI ini terutama karena KRL sudah menjadi andalan masyarakat.
"PT Kereta Api Indonesia [Persero] harus punya strategi agar tak terjadi gagal operasi, perlu dipikirkan alternatif pilihan dari pendapatan yang turun ini, sementara tak bisa tutup operasionalnya," katanya.
Dia menyebut setidaknya ada dua pendekatan yang dilakukan untuk menyelamatkan KCI, yakni pendekatan bisnis dan pendekatan politik.
Pendekatan bisnis ujarnya, dengan berupaya agar KCI meningkatkan pendapatan non-fair box atau hasil penjualan tiket, seperti penggunaan nama stasiun yang dipromosikan ke sponsor.
Namun, pilihan ini hanya dapat dilakukan ketika selisih pendapatan tidak terlalu besar. Di sisi lain dia menilai langkah tersebut tak mudah dan KCI perlu melakukan adaptasi.
Adapun pendekatan politik dengan menaikan besaran PSO dan atau menaikan tarif. Keduanya berdimensi politik karena menjadi kebijakan politik yang mesti diambil pemerintah.
"Bisa dilakukan keduanya, satu sisi bisnis menaikan share pendapatan non-fairbox di saat yang sama menaikan pendekatan tarif. Tinggal formulanya, ini beberapa pilihan yang bisa dilakukan," urainya.