Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat dua masukan yang diberikan oleh pelaku industri terkait dampak pandemi Corona terhadap industri hasil tembakau.
Pertama, pabrik golongan 1 berasosiasi dengan harapan kebijakan keringanan Harga Jual Eceran (HJE) atau tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang diterapkan tahun ini.
Kedua, pabrik golongan II, III, dan nongolongan cenderung berasosiasi dengan kebijakan penundaan pembayaran cukai (PPC), kebijakan kelonggaran/tidak ada PSBB, dan kebijakan proindustri (bantuan modal, izin operasi, penurunan harga bahan baku).
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa mangatakan bahwa dua masukan ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh otoritas belakangan ini.
"Makanya ini yang perlu difasilitasi, walaupun mereka memproduksi barang kena cukai [BKC]," kata Nirwala yang dikutip Bisnis, Jumat (12/6/2020).
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Keuangan No.152/ PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang telah diundangkan pada Senin (21/10/2019) kemarin.
Baca Juga
Dalam beleid itu, otoritas fiskal menyebutkan kenaikan tarif rata-rata tertimbang sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen resmi berlaku sejak Januari 2020.
Adapun, nilai pemanfaatan relaksasi penundaan pembayaran cukai hasil tembakau (CHT) terus meningkat.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan tada 82 perusahaan telah mendapatkan penundaan pembayaran pita cukai selama 90 hari atau 3 bulan dengan nilai cukai Rp18,1 triliun.
Dilihat dari golongan, secara nilai, kelompok yang memperoleh penundaan pembayaran cukai paling banyak adalah 8 pabrik golongan I yakni senilai Rp14,7 triliun, 67 pabrik golongan II senilai Rp3,3 triliun, dan 7 pabrik golongan III hanya senilai Rp19 miliar.
Sementara itu, 6 pabrik diketahui belum mengajukan relaksasi berupa penundaan pembayaran pita cukai.