Bisnis.com, JAKARTA – Proses penyelesaian dan perundingan terkait dengan sengketa dagang antara Indonesia dengan Uni Eropa (UE) terkait dengan produk sawit untuk bahan baku biofuel, harus terkendala lantaran adanya wabah Covid-9 yang melanda dunia. .
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengakui, proses penyelesaian sengketa perdagangan biofuel dengan UE melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengalami penundaan.
“Wabah Covid-19 ini membuat proses perundingan terkait praktik diskriminasi UE dalam kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation (DR) Uni Eropa tertunda. Seharusnya sejak tahap konsultasi pada Februari lalu, 60 hari setelahnya sudah dapat diputuskan apakah berlanjut ke establishment of panel atau tidak,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (6/4/2020).
Namun keputusan tersebut belum dapat diambil lantaran perwakilan Indonesia dan Uni Eropa belum dapat bertemu kembali. Adapun, proses konsultasi dilakukan Indonesia dan UE pada 19 Februari 2020 di kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss.
Kala itu Indonesia berupaya meminta jawaban atas 108 pertanyaan yang telah lebih dulu dilayangkan kepada UE terkait penerapan kebijakan RED II dan Delegated Regulation, yang dinilai mendiskriminasikan produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) terutama yang digunakan untuk bahan baku biofuel.
Selanjutnya, Indonesia dan UE dapat melakukan perundingan untuk menemukan jalan tengah atau keputusan bersama atas konflik tersebut. Namun apabila selama 60 hari sejak proses konsultasi dilakukan tidak ditemukan kesepakatan bersama, maka Indonesia berhak membawa sengketa tersebut ke panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO.
Baca Juga
Apabila sesuai dengan jadwal, maka tenggat waktu terakhir kedua negara untuk berunding adalah 19 April 2020. Namun hingga saat ini perwakilan kedua negara belum dapat menemukan kesepakatan mengenai sengketa tersebut.
“Memang cukup sulit kondisinya. Saya sudah berbicara dengan Komisioner WTO, mereka pun juga kesulitan melakukan agendanya di tengah pandemi Covid-19. Di sisi lain saya juga terus mencoba berkomunikasi dengan perwakilan UE terkait masalah ini,” katanya.
Kendati demikian, dia berharap Indonesia dan UE dapat menemukan jalan tengah atas konflik tersebut tanpa harus melalui proses sidang panel di WTO. Dia pun yakin UE akan menerima argumentasi dari Indonesia yang menjelaskan bahwa produk CPO Tanah Air diproduksi dengan menerapkan aspek keberlanjutan.
“Kami tetap tegaskan bahwa diskriminasi tidak boleh dilakukan. Indonesia sangat keberatan dengan status high risk Indirect Land Use Change (ILUC) pada minyak kelapa sawit yang ditetapkan Uni Eropa. Karena hal ini berakibat impor minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel, dilarang di Uni Eropa.” katanya.