Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tangani Covid-19, CORE: Bank Central Perlu Lakukan Kebijakan Pencetakan Uang

Meskipun telah mengalami peningkatan yang begitu besar, CORE Indonesia berpandangan bahwa peningkatan anggaran yang diajukan untuk pemulihan ekonomi nasional masih jauh dari ideal
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam (dari kiri) menyampaikan paparan didampingi Direktur Mohammad Faisal, dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Chamdan Purwoko saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (10/1)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam (dari kiri) menyampaikan paparan didampingi Direktur Mohammad Faisal, dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Chamdan Purwoko saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (10/1)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai perlu ada kebijakan tambahan untuk pemenuhan likuiditas di dalam negeri yaitu dengan kebijakan pencetakan uang oleh bank sentral.

Adapun, saat ini pemerintah memutuskan untuk menambah anggaran biaya stimulus ekonomi dengan total Rp677,2 triliun triliun. Dana itu dikucurkan melalui beragam instrumen kebijakan seperti insentif perpajakan, bantuan sosial, Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN, subsidi bunga khususnya untuk UMKM, hingga penempatan dana pemerintah di perbankan dalam rangka restrukturisasi kredit.

Anggaran tersebut telah ditingkatkan dua kali dibanding saat pertama kali diajukan oleh pemerintah.Semula pada awal April 2020, pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun. Kemudian pada pertengahan Mei dilakukan penyesuaian menjadi Rp405 triliun. Pada akhir Mei, rekapitulasi dana untuk pemulihan ekonomi nasional menjadi Rp641 triliun dan pada awal Juni menjadi Rp677,2 triliun sebagaimana dimuat dalam revisi Perpres 54/2020.

Meskipun telah mengalami peningkatan yang begitu besar, CORE Indonesia berpandangan bahwa peningkatan anggaran yang diajukan untuk pemulihan ekonomi nasional masih jauh dari ideal. Hal ini didasarkan pada beberapa catatan.

Pertama, kebutuhan anggaran kesehatan yang lebih besar untuk penanggulangan wabah. Kedua, asumsi tambahan penduduk miskin yang berpotensi jauh lebih besar. Ketiga, kebutuhan untuk dana pemulihan swasta.

CORE Indonesia menghitung apabila perbankan melakukan restrukturisasi kredit terhadap 25% dari total kredit yang disalurkan, maka perbankan akan mengalami penurunan likuiditas sekitar Rp631 triliun.

Alokasi anggaran bantuan pemerintah berupa penempatan dana di perbankan terlalu kecil bila dibandingkan penurunan likuiditas yang dialami perbankan.

Defisit anggaran pun kemungkinan akan mencapai Rp1.821 triliun dan total pembiayaan utang bruto akan mencapai Rp2.426 triliun.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan pencetakan uang menjadi urgensi yang harus dilakukan saat ini.

Menurutnya, ada dua alasan utama dibalik perlunya kebijakan pencetakan uang. Pertama, tambahan likuiditas diperlukan untuk kebutuhan pembiayaan stimulus. Kedua, kebijakan mencetak uang tidak akan serta-merta mengakibatkan hiperinflasi seperti yang terjadi pada periode 1960-1966.

“Dengan inflasi yang tahun ini diprediksi lebih rendah, pemerintah semestinya dapat lebih leluasa untuk melakukan kebijakan yang lebih akomodatif dari sisi moneter, termasuk di antaranya kebijakan mencetak uang,” katanya, Kamis (4/6/2020). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper