Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPDP Kelapa Sawit Hanya Mampu Bayar Selisih HIP Biodiesel-Solar Sebesar Rp3.250

Saat ini, selisih antara HIP BBN dan HIP Solar pada saat ini berada pada kisaran Rp5.000 per liter, sedangkan pada Januari 2020 selisihnya hanya Rp2.000 per liter.
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Besarnya selisih harga indeks pasar bahan bakar nabati (HIP BBN) dengan HIP solar membuat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak mampu memberikan insentif untuk program biodisel secara penuh.

Fajar Wahyudi, Kepala Divisi Unit Penyaluran Badan BPDPKS mengatakan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menyikapi besarnya selisih HIP BBN dan HIP Solar.

Dia menyebut pada saat ini, selisih antara HIP BBN dan HIP Solar pada saat ini berada pada kisaran Rp5.000 per liter, sedangkan pada Januari 2020 selisihnya hanya Rp2.000 per liter.

"Komite pengarah memutuskan bahwa selisih harga yang akan dibayar BPDP Rp3.250 per liter itu termasuk ongkos angkut dan PPN," ujarnya dalam diskusi Industri yang digelar Tempo, Rabu (20/5/2020).

Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN Riset dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa pemerintah bersikeras untuk tetap melanjutkan program B30 hingga akhir tahun nanti.

Pasalnya, jika program B30 diberhentikan, terdapat potensi hilangnya penjualan FAME sebesar 15 persen pada tahun ini.

Adapun, skenarionya yang diusulkan untuk melanjutkan program B30 adalah dengan meningkatkan pungutan ekspor oleh pengusaha.

Selain itu, pemerintah harus memberikan penyertaan modal kepada BPDP KS untuk mengisi kekosongan yang seharusnya diberikan.

Berdasarkan data Kemenkeu yang diperoleh Bisnis.com, terdapat kebutuhan subsidi gap antara HIP BBN dengan HIP BBM.

Adapun, harga referensi CPO Mei pada level US$635,15 per ton, sehingga pungutan ekspor CPO sebesar US$50 per metrik ton dan BK CPO sebesar US$0 per ton.

Dengan tren saat ini, diperkirakan rata-rata subsidi gap antara HIP BBN dengan HIP BBM sebesar Rp3,732 per liter.

Dengan demikian, kekurangan pembiayaan BPDPKS adalah senilai Rp3,54 triliun. Kekurangan tersebut akan ditambal pengusaha melalui kenaikan tarif pungutan ekspor $5/ton apabila dimulai pada 1 Mei 2020 Rp0,76T. 

Sementara itu, Pemerintah bakal memberikan subsidi senilai Rp2,78 triliun yang bersumber dari APBN.

"Mau tidak mau pemerintah harus memberikan penyertaan modal kepada BPDPKS untuk mengisi kekosongan antara yang dibayarkan BPDPKS dengan gap antara harga solar dan fame itu yg pertama," jelasnya.

Ke depannya, harga sawit diusulkan untuk masuk ke dalam salah satu parameter dalam APBN agar penyesuaian yang diberikan bisa mengikuti pergerakan harga sawit.

Selama ini, pemerintah hanya memasukan paramater pada industri minyak dan gas bumi dalam APBN.

"Pada saat harga sawit turun maka harga petani turun TBS-nya nah ini kemudian ada implikasi pemerintah memberikan bantuan terhadap industri sawit," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper