Bisnis.com, JAKARTA – Target baruan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 diyakini tak tercapai.
Untuk diketahui, hingga kini, porsi dari bauran EBT sebesar 12,36 persen untuk pembangkit listrik, atau daya pembangkit sekitar 10,3 GW.
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Hariyanto menuturkan dengan tak terpenuhinya program fast track (FTP) 2 PLN dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) ini berdampak enggak bisa tercapai bauran energi 23persen di 2025 sesuai dengan amanah dari peraturan kebijakan energi nasional yang berlaku.
"Memang benar, prosentasenya itu jadi tergerus. Proyek EBT itu enggak terealisasi," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (19/5/2020).
Namun demikian, PLN memiliki sejumlah program untuk dapat mencapai bauran energi sebesar 23persen sedang dimunculkan seperti mulai dari hydro dan cofiring pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Co-firing merupakan pemanfaatan bahan bakar dari biomassa dan sampah untuk pembangkit listrik dapat dilaksanakan dengan cepat tanpa perlu melakukan pembangunan pembangkit.
Baca Juga
"Selain itu PLN juga mengembangkan PLTS untuk meningkatkan bauran energinya," ucap Hariyanto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat target sebesar 23persen untuk energi terbarukan berdasarkan proyeksi pertumbuhan listrik 5 tahun ke depan dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit baru sebesar 16 gigawatt (GW).
Dalam RUPTL PLN hingga 2024 diperkirakan hanya tercapai 9 GW sehingga terjadi gap dengan target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
"Untuk itu perlu ada upaya untuk menutup gap ini dengan suplemen program lain dan memastikan target PLN juga tercapai," katanya.
Fabby mengusulkan adanya program Surya Nusantara dimana dimulai dengan 1 GWp (Giga Watt Peak) di 2021 sebagai program stimulus pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
Menurutnya, dengan dikembangkan program Surya Nusantara ini dapat menutup gap tersebut.
"Ini bisa membantu PLN mencapai target 23persen dengan dukungan pendanaan dari pemerintah," tutur Fabby.
Founder dan Chairman Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) Eddie Widiono menuturkan banyak problem yang dihadapi kelistrikan saat ini dalam RUPTL.
Menurutnya, RUPTL saat ini tak menggambarkan dengan jelas komitmen untuk mencapai 23persen bauran EBT pada 2025. Hal itu dikarenakan proyek-proyek yang ditujukan untuk mencapai bauran EBT sebesar 23persen yakni FTP 2 sebesar 60.000 MW, beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang saat ini terlambat itu tak ada penggantinya yang cukup meyakinkan.
"Oleh karena itu, banyak amsalah yang dihadapi ke depan, salah satunya besarnya kebutuhan dana untuk jaga operasional akibat subsidi pemerintah yang sempat tertahan. Lalu subsidi tahun ini dan kompensasi juga belum jelas kabarnya. Karena sektor kelistrikan di Indonesia membutuhkan kesehatan PLN," tuturnya.