Bisnis.com, JAKARTA - Porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer untuk pembangkit listrik baru mencapai 12,36 persen atau mencapai 10,3 GigaWatt (GW).
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan target bauran EBT dalam energi primer pada 2025 mencapai 23 persen.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan untuk capai target tersebut, pemerintah berupaya dalam meningkatkan pembangkit listrik EBT yakni panas bumi, hidro, biomassa, surya dan rooftop, dan angin.
Selain itu, Kementerian ESDM juga tengah berupaya untuk mencari pasar baru. Hal itu dilakukan dengan
mengembangkan klaster ekonomi-maritim di pulau kecil dengan memanfaatkan sistem pembangkit listrik EBT.
"Ini pembangkit listrik hibrida yang terdiri dari energi surya dan angin, baterai dan biomassa," ujarnya, Senin (9/3/2020).
Saat ini, Kementerian ESDM tengah mengintegrasikan implementasi photovoltaic (PV) solar dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap rumah. Hal ini juga sebagai upaya untuk menggerakkan ekonomi lokal dengan menciptakan permintaan PV di daerah.
Dengan mengembangkan kluster ini, PLTS tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan listrik rumah tangga tetapi juga upaya meningkatkan bisnis lokal seperti industri perikanan dengan membangun cold storage.
Selain itu, pengembangan proyek energi hidro juga akan disinergikan dengan pengembangan industri strategis seperti industri mineral termasuk industri peleburan dan industri hilir.
"Kami akan mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga air Kayan yang memiliki kapasitas total sekitar 9000 MW yang terintegrasi dengan kawasan industri yang strategis dan juga untuk mendukung pasokan listrik untuk ibukota baru Indonesia di Kalimantan Timur," katanya.
Kementerian ESDM menargetkan investasi EBT berupa angin, matahari, PV, hidro, bioenergi, dan panas bumi dapat mencapai sebesar US$17,8 miliar dari tahun 2020 hingga 2024. Lalu total kapasitas terpasang yang direncanakan pada 2024 mencapai 9.050,3 MW.
Namun demikian, perencanaan pengembangan EBT ini membutuhkan upaya yang kuat, kebijakan yang didukung, dan juga pendanaan.
"Kita dapat belajar dari Norwegia, yang telah berhasil menerapkan Energi Terbarukan terutama tenaga air dengan pangsa lebih dari 90 persen dari permintaan listrik nasional. Kami sangat menyambut semua mitra Norwegia yang ingin berinvestasi atau mendukung pengembangan EBT di Indonesia," tutur Haris.