Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang melonggarkan ekspor benih lobster dengan sejumlah syarat, dinilai menjadi jalan tengah atas polemik di sektor tersebut.
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Abdi Suhufan mengatakan, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/ 2020 mampu mengakomodasi pihak yang menginginkan ekspor benih lobster dibuka dan pihak yang menginginkan pengembangan budidaya komoditas itu di dalam negeri,
“Saya lihat, Menteri Edhy, ingin mengakomodir kepentingan semua kelompok, walaupu tentu tidak semuanya puas. Namun setidaknya keinginan negara untuk mendapatkan devisa hasil ekspor dari benih lobster bisa terakomodasi dan kebutuhan budidaya di dalam negeri juga terlaksana,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (15/5/2020).
Dia pun menilai ketetuan yang ada dalam beleid tersebut cukup ketat bagi eksportir. Pasalnya, pengusaha yang menginginkan ekspor, harus membudidayakan terlebih dahulu benih lobster tersebut di dalam negeri.
Untuk itu, dia menilai, kunci keberhasilan penerapan Permen KKP No.12/2020 tersebut ada pada pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Persoalannya, KKP harus bisa benar-benar mengawasi syarat ekspor lobster tersebut dengan baik. Apalagi KKP punya beban lain yang tak kalah besar dalam hal pengawasan yakni dari sisi ilegal fishing,” katanya.
Adapun, Menteri Edhy mengaku bahwa aturan izin ekspor benih lobster mengedepankan keberlanjutan dan pertimbangan ekonomi nelayan.
“Kita minta pembudidaya melakukan peremajaan ke alam dua persen. Saya pikir ini bisa menjaga keberlanjutan," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Jumat (15/5/2020).
Dia menjelaskan bahwa eksportir diperbolehkan melakukan ekspor benih lobster jika sudah melakukan budi daya dan melepasliarkan dua persen hasil panennya ke alam.
"Aturan itu dibuat juga berdasarkan kajian para ahli. Sehingga kita lihat saja dulu. Kita bikin itu juga berdasarkan perhitungan," papar Edhy Prabowo.
Menurutnya dari hasil pertemuannya dengan ahli lobster Universitas Tasmania Australia, komoditas itu sudah bisa dibudidaya dan potensi hidup lobster budi daya sangat besar mencapai 70 persen, atau jauh lebih tinggi dibanding hidup di alam. Dengan demikian, kebijakan ekspor benih lobster tidak akan mengancam populasi.
Di samping keberlanjutan, Menteri Edhy juga mempertimbangkan alasan ekonomi diterbitkannya aturan ekspor benih lobster.
Menurutnya, banyak nelayan yang kehilangan mata pencaharian setelah adanya Permen KP Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
"Kita mendorong keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya harus sejalan. Tidak bisa hanya keberlanjutan saja tapi nelayan kehilangan penghasilan, tidak bisa juga menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki," kata Edhy Prabowo.