Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2020, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah dan DPR RI untuk tidak memasukkan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
"Harapannya ke depan pemerintah, DPR dan lembaga terkait lain melakukan upaya pencegahan corona (Covid-19) secara lebih terpadu dan tidak perlu lagi membahas Omnibus Law, sestop saja," kata Presiden KSPI Said Iqbal seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/4/2020).
Dia pun meminta, pemerintah dan DPR RI membentuk draf baru khusus untuk klaster ketenagakerjaan. Dalam pembentukannya, dia mendesak pemerintah ikut menyertakan serikat pekerja dan organisasi pengusaha.
Selain itu, serikat buruh juga mengharapkan agar pemerintah untuk membuat strategi nyata untuk darurat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sudah melanda ratusan ribu orang akibat dampak dari pandemi Covid-19
Dia mendesak agar pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih nyata untuk mencegah semakin banyak orang yang menjadi korban PHK di tengah pademi. KSPI secara khusus mendesak agar pemerintah memeriksa perusahaan yang melakukan PHK besar-besaran.
"Perusahaan yang melakukan PHK harus diaudit oleh akuntan publik. Untuk melihat apakah benar-benar rugi atau menjadikan alasan pandemi untuk memecat buruh,” kata dia.
Baca Juga
Dia juga menyoroti masih terdapat beberapa perusahaan yang membuka pabriknya meski beberapa pekerjanya diduga sudah terpapar COVID-19. Oleh karena itu KSPI mendesak agar perusahaan segera meliburkan para buruh dengan tetap membayar upah dan THR demi menjaga daya beli buruh dan masyarakat.
Selain itu, meskipun memuji langkah pemerintah untuk meluncurkan Kartu Prakerja untuk membantu buruh dan pekerja yang dirumahkan atau terkena PHK, sistemnya masih harus diperbaiki.
Dia juga menekankan di saat banyak pekerja dan buruh yang kehilangan pekerjaan, pelatihan mungkin belum dibutuhkan saat ini dan pemerintah bisa lebih memprioritaskan kepada pemberian bantuan tunai dan sembako terutama untuk yang terkena PHK.
"Saat ini yang dibutuhkan uang tunai atau sembako bukan pelatihan. Nanti kalau sudah normal, bisa dilakukan pelatihan," kata dia.