Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menilai penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja sudah tepat, tetapi bukan berarti hal tersebut dapat dijadikan celah untuk mengubah substansi dan tujuan dari pembentukan omnibus law.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J. Supit penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan tersebut sebenarnya tidak memberi dampak signifikan terhadap proses pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Sebelum Covid-19, masalah ekonomi sudah kompleks. Ekspor menurun, neraca perdagangan defisit, target pajak tidak tercapai, lapangan kerja juga tidak capai target, dan sebagainya. Dengan adanya Covid-19, saya kira tidak akan membaik, malah mungkin lebih menurun sebab pascapandemi, semua negara akan berlomba mencari investor untuk masuk negara mereka,” katanya, Minggu (26/4/2020).
Indonesia pun, lanjutnya, tetap membutuhkan investasi pada modal sebab lebih dari 60 persen angkatan kerja di Tanah Air mengenyam pendidikan maksimal SMP. Untuk itu, dia menilai klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja tetap harus diloloskan untuk mempermudah investasi yang dibutuhkan Indonesia.
“Omnibus law tanpa ada aspek ketenagakerjaan akan menjadi hambar dan tidak efektif. Pertanyaannya apa buruh dikorbankan? Sebenarnya tidak mengorbankan buruh, tetapi mengembalikan kepada proporsi yang benar.”
Menurutnya, pesangon di Indonesia saat ini maksimal bisa mencapai 32,4 bulan dari gaji terakhir. Angka tersebut tidak hanya untuk buruh, tetapi berlaku untuk semua lini tenaga kerja, kecuali TNI/Polri dan PNS, seusai UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca Juga
Padahal, jelas Anton, dalam RUU Cipta Kerja, pesangon menjadi maksimal 17 bulan alias paling tinggi di antara negara Asia.
Dengan pertimbangan tersebut, dia mendesak agar penghentian sementara pembahasan RUU Cipta Kerja tidak berujung pada perubahan substansi dari pasal-pasal yang selama ini telah dibahas.
“Karena kalau tidak, bagaimana kita bisa menarik investor kalau pesangon kita paling tinggi di dunia yaitu maks 32,4 bulan? Ada pabrik dengan 9.000 pekerja. Kalau sekarang mau berhenti produksi, pesangon total Rp800 miliar, padahal semua aset dijual hanya bisa dapat Rp600 miliar, siapa yang mau investasi kalau situasi seperti ini?”
Kondisi ketenagakerjaan Indonesia saat ini:
1). Kemiskinan, berdasarkan PBI BPJS kesehatan, yang dibayar ABPN sejumlah 96,8 jt orang. (Kalau ditambah dgn yang dibayar APBD sejumlah 35,3 jt orang atau total 132,1 jt orang).
2) Dari segi sifat pekerjaan, 74,08 juta orang atau 57,27 persen dari angkatan kerja adalah pekerja informal berbanding dengan 57,19 juta orang atau 42,73 persen pekerja formal. Mayoritas pekerja tidak ada kepastian dan perlindungan.
3). Dari segi sektor :
- Pertanian 38,1 jt / 29,46 persen
- Perdagangan 24,46 jt/18,72 persen
- Industri pengolahan 18,22 jt atau 14,09 persen
4). Masalah yang membutuhkan lapangan kerja:
- Penganguran terbuka 7,05 juta orang
- Angkatan kerja baru 2,24 juta orang
- Setengah menganggur 8,14 juta orang
- Bekerja paruh waktu 24,41 juta orang
- Total pencari kerja sebesar 45,84 juta orang
Sumber: berbagai sumber, diolah Kadin, 2020