Bisnis.com, JAKARTA – Para ekonom mengkritisi sikap pemerintah yang terus memberikan karpet merah kepada para pengusaha batu bara melalui sejumlah kebijakan.
Untuk diketahui, Pemerintah dan DPR intensif membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) dan RUU Cipta Kerja yang didalamnya juga mengatur minerba.
Ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan karpet merah yang diberikan oleh pemerintah bahkan sampai bertumpuk dua untuk pengusaha batu bara yakni melalui RUU Omnibus Law dan RUU Minerba.
Dia menilai ada kedaruratan yang menjadi alasan mengapa kedua RUU tengah dibahas secara intens untuk segera disahkan. Kedua RUU ini menyangkut nasib 6 perusahaan tambang batu bara pemegang Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan segera habis kontraknya dalam 5 tahun mendatang. Terlebih keenam perusahaan PKP2B ini menyumbang 70% dari produksi nasional.
"Bisa dimaklumi karena banyak petinggi negeri memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara skala besar, sehingga perpanjangan kontrak tak perlu lagi lewat lelang," ujarnya dalam Video Conference, Rabu (15/4/2020).
Dia menyayangkan Pemerintah dan DPR yang nekat membahas RUU Omnibus Law di tengah Pandami Virus Corona (Covid-19). Menurutnya, Omnibus Law tak pantas hidup di tengah Covid. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR mengantisipasi apabila Omnibus Law tidak jalan, dengan tetap menyelesaikan RUU Minerba.
Baca Juga
"Ini lapisan kedua RUU ini, kalau Omnibus gagal ada back up. Saya rasa (RUU Omnibus Law sektor Minerba) tidak ada urgensinya, kecuali selamatkan enam perusahaan terbesar yang menguasai 70 persen, itu urgensinya. Kalah covid-19 dengan urgensi enam perusahaan ini," terangnya.
Dia mengusulkan agar pembahasan kedua RUU ini untuk berpatokan pada konsistensi UU Minerba Nomer 4 tahun 2009 di mana perusahaan yang habis kontraknya mengembalikan wilayah kepada negara dalam hal ini BUMN.
Faisal menyoroti sejumlah pasal minerba yang ada dalam RUU Omnibus Law.
Pertama dalam pasal 169 A, para pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) diberikan jaminan perpanjangan menjadi Izin usaha operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan kontrak.
Sementara itu untuk yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali masa perpanjangan dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak masing-masing untuk jangka waktu 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhir KK dan PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Kedua pada pasal 169 B, pada saat IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian diberikan, wilayah rencana pengembangan seluruh wilayah disetujui menteri menjadi WIUPK operasi produksi.
Untuk memperoleh perpanjangan, pemegang KK dan PKP2B harus mengajukan permohonan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhir.
"Sebelumnya 2 tahun dan 6 bulan, mereka antisipasi pergantian rezim investasi di rezim sekarang mereka mau diperpanjang di periode sekarang," ucapnya.
Dalam pasal 83 dimana IUPK operasi produksi batu bara yang terintegrasi dengan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan batu bara diberikan jangka waktu selama 30 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Mayoritas PKP2B untuk ekspor bukan pemenuhan dalam negeri. Jika kegiatan terintegrasi misalnya dengan pembangkit listrik, niscaya porsinya relatif sangat kecil dibandingkan dengan yang dieskpor. Jika untuk pembangkit hanya 10 persen, pantaskah diberikan perpanjangan selama 30 tahun," tutur Faisal.
Sementara itu, Direktur Riset Indef Berly Martawardaya menyoroti ada pergeseran kewenangan dari daerah menjadi kewenangan sepenuhnya pusat.
"Apakah sudah ada evaluasi dan lima tahun terakhir bagaimana pengelolaannya. Bagaimana kewenangan di pusat agar tidak terjadi hal-hal negatif sehingga ketika diputuskan," ujarnya.
Dia juga menyoroti perpanjangan pemegang KK dan PKP2B yang kontraknya akan habis tanpa dilakukan lelang terlebih dahulu. Hal itu dinilai sebagai perlindungan para pemegang KK dan PKP2B.
Sebab, dia menilai dampak dari pasal tersebut sangat lemah bagi kesejahteraan masyarakat.
"Kalau mereka percaya diri, selama ini pengelolaannya baik, bermanfaat, serta clean and clear, ya ketika lelang chance (kesempatan) mereka cukup tinggi harusnya berani saja sebagai eksisting siap lelang saja," katanya.
Namun demikian, hingga saat ini baik DPR maupun pemerintah, belum memberikan penjelasan gamblang terkait kemunculan pasal tersebut.
Padahal dalam aturan sebelumnya yakni UU Minerba tak melarang pemegang kontrak eksisting mengikuti lelang usai kontraknya habis.
"Ini argumennya apa sehingga bisa otomatis dapat perpanjangan seharusnya dikembalikan ke negara hak pengelolaannya," ucap Berly.