Bisnis.com, JAKARTA— Klaster ketenagakerjaan diusulkan untuk dikeluarkan dari Rancangan Undang Undang Cipta Kerja.
Fraksi PDI-Perjuangan juga mengusulkan agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari rancangan beleid tersebut.
Politisi PDI Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka memberikan sejumlah poin-poin rekomendasi. Pertama agar RUU Ciptaker yang katanya untuk mengatasi hiper regulasi jangan sampai melampaui Sistem Hukum dan Ketatanegaraan RI, yang justru akan melahirkan chaos hukum fatal yang keluar dari Amanat Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
“Kedua, draft RUU dari Pemerintah disusun sebelum Covid-19, terbuka ruang apabila Pemerintah ingin menarik atau melakukan koreksi terhadap draf yang telah diserahkan ke DPR agar sejalan dengan niat baik Pemerintah yang kabarnya ingin mengatasi dampak Covid-19,” kata Rieke, Selasa (14/4/2020).
Ketiga, cluster Ketenagakerjaan dikeluarkan dari draft RUU Cipta Kerja, sehingga jelas duduk persoalan bahwa RUU yang dikehendaki adalah RUU Kemudahan Investasi dan Perijinan.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menuturkan tidak campur tangan terhadap hal itu. Menurutnya saat ini pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja sudah masuk pada ranah DPR dan Pemerintah.
“Kami serahkan ke pemerintah dan DPR apakah akan lanjut terus pembahasannya atau ditunda sementara di tengah Covid-19. Memang kelihatannya pemerintah ingin lanjut terus. Kami akan mendukung saja apabila lanjut terus pembahasannya. Sekarang ranahnya pemerintah dan DPR, kami sudah cukup memberikan masukan kemarin-kemarin terkait RUU Cipta Kerja ini,” kata Hariyadi.
Hanya saja, imbuhnya, mungkin perlu dimasukkan klausul atau ketentuan tentang bagaimana industri ketika menghadapi kahar seperti Covid-19 ini. Seperti terkait dengan sokongan kepada dunia usaha yang terdampak kondisi kahar di suatu wilayah atau nasional, dalam bentuk payung hukum stimulus dari pemerintah.
“Apapun itu stimulusnya nanti.”