Bisnis.com, JAKARTA - Defisit anggaran yang diproyeksikan mencapai Rp852,9 triliun atau 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB) membuat kebutuhan pembiayaan pemerintah pada tahun ini semakin bertambah.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI secara virtual, Senin (6/4/2020), Dia menyatakan pemerintah membuat peluang penambahan pembiayaan multilateral serta bilateral.
Tercatat, outlook pembiayaan utang pada tahun ini diproyeksikan naik 131,2% (yoy) mencapai Rp1.006,4 triliun. Nominal ini 286% dari asumsi APBN 2020 yang mematok pembiayaan utang hingga Rp351,9 triliun.
Secara lebih rinci, pembiayaan utang melalui surat berharga negara (SBN) secara neto diproyeksikan mencapai Rp549,6 triliun. Dengan ini, terdapat tambahan pembiayaan SBN hingga Rp160,2 triliun dibandingkan yang ditargetkan pada APBN 2020.
Pinjaman luar negeri secara neto yang awalnya dipasang di angka negatif Rp38,8 triliun karena banyaknya pembayaran cicilan dibandingkan penarikan pinjaman baru justru berbalik.
Pinjaman luar negeri terutama dari lembaga multilateral diproyeksikan naik karena pembiayaan dari lembaga-lembaga tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan memenuhi pembiayaan lewat pasar obligasi yang saat ini masih volatile.
Baca Juga
"Kredit dari lembaga multilateral dan bilateral memiliki tingkat harga jauh lebih dibandingkan baik obligasi karena biaya tidak bergerak mengikuti pasar," kata Sri Mulyani, Senin (6/4/2020).
Pada 2020, pinjaman luar negeri diproyeksikan menjadi Rp5,7 triliun, atau naik Rp44,4 triliun dibandingkan nominal yang tertera dalam APBN 2020.
Pembiayaan dari saldo anggaran lebih (SAL) yang awalnya sebesar Rp25 triliun ditingkatkan Rp45,6 triliun menjadi Rp70,6 triliun. Adapun pembiayaan berupa pandemic bond diperkirakan mencapai Rp449,9 triliun.