Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Peduli Minerba meminta Kementerian ESDM mencabut Peraturan Menteri Nomor 7 tahun 2020 tentang tata cara pemberian wilayah, perizinan dan pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan minerba.
Permen yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 6 Maret ini mencabut sebagian maupun seluruhnya Peraturan Menteri ESDM nomer 48 tahun 2017, Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018, Permen nomor 22 tahun 2018, Permen Nomor 51 tahun 2018.
Anggota Koalisi Masyarakat Peduli Minerba sekaligus Pakar Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi berpendapat ketentuan yang tertuang dalam Permen Nomor 7 tahun 2020 ini bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 tahun 2009. Saat ini UU minerba ini masih berlaku meski tengah dilakukan revisi.
Hingga saat ini UU Minerba No.4/2009 masih berlaku dan belum ada perubahan satu pasal pun, sehingga harus dijadikan sebagai rujukan hukum utama dalam pengelolaan minerba.
"Publik menjadi tersesat atas pernyataan absurd Menteri ESDM dalam mempromosikan Permen No.7/2020. Bahkan, terkesan manipulatif dengan menyatakan bahwa Permen ESDM No.7/2020 diterbitkan untuk kepentingan efisiensi dan efektifitas pengelolaan kegiatan usaha pertambangan, serta guna mendorong pengembangan pengusahaan," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (2/4/2020).
Lebih lanjut, dalam permen tersebut ada kewenangan Menteri ESDM terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak Karya (KK) dan Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) telah mempertimbangkan sejumlah hal krusial, khususnya penyesuaian terhadap Permen ESDM sebelumnya.
Baca Juga
Padahal, dalam UU Minerba No.4/2009 termuat ketentuan bahwa para pemegang KK dan PKP2B tidak memiliki hak sama sekali untuk memperoleh perpanjangan kontrak dan bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) secara otomatis.
Dalam UU Minerba sangat jelas bahwa tujuanUU minerba untuk kesejahteraan rakyat. Menurutnya, Kementerian ESDM sadar dan sekaligus ini sebagai wakil pemerintah berkewajiban menghentikan praktek monopol dan oligopoli ekonomi yang dilakukan oleh segelintir pelaku usaha, yang justru menguasai hampir seluruh potensi minerba yang dimiliki negara saat ini.
"Untuk mengembalikan agar Minerba dikelola sesuai amanah Pasal 33 UUD 45, dan tidak melenceng dari dari ideologis Pancasila, mak atas fakta-fakta hukum yang berlaku saat ini, menuntut agar Presiden menegur dengan keras Menteri ESDM yang jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum," katanya.
Redi menuturkan sesuai ketentuan dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang di atasnya. Lalu dalam Pasal 75 ayat (3) UU Minerba No.4/2009 menyatakan bahwa kontrak KK dan PKP2B yang berakhir masa berlakunya harus dikembalikan kepada negara, untuk kemudian dapat diserahkan pengelolaannya kepada BUMN dan BUMD, sebagai pemegang hak prioritas, sesuai Pasal 33 UUD 1945.
"Harus dipahami, bahwa BUMN dan BUMD harus diproritaskan mengingat peran keduanya sebagai agent of development yang mewakili Pemerintah untuk meningkatkan ekonomi rakyat demi sebesar-besar kemakmuran rakyat," ucapnya
Dia menambahakn dalam Pasal 83 ayat d UU Minerba menyatakan bahwa 1 Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk kegiatan operasi produksi pertambangan batubara hanya berhak mengelola wilayah tambang paling banyak 15.000 hektare (Ha)
Sebaliknya, dalam Permen No.7/2020 Menteri ESDM dengan mudah dan seenaknya menambah luas wilayah tambang tersebut melebihi 15.000 Ha.
Demi menjamin kepastian usaha, lanjut Redi, dalam pembuatan UU Minerba, Pemerintah telah berhitung dan mempertimbangkan bahwa pengusahaan lahan sebesar 15.000 ha. Namun menurutnya, sesungguhnya masih jauh dari cukup bagi pelaku usaha pertambangan batubara dalam berupaya melanjutkan usahanya.
Dengan perhitungan luasan yang dibuat dan ditetapkan dalam UU Minerba, keberlangsungan usaha tetap dihormati namun penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang monopolis dan oligopolies oleh segelintir pelaku dapat dihapus.
"Ini menjadi sangat stategis, mengingat pemilik SDA notabene berada di tangan rakyat dan harus dikelola atas azas keadilan sosial dan azas sebesar-besar kesejahteraan rakyat yang adil dan merata," tutur Redi.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) sekaligus Anggota Koalisi Masyarakat Peduli Minerba Budi Santoso menuturkan Kementerian ESDM pada 18 November 2019 telah menerbitkan surat bernomor 516/30/MEM.B/2019 kepada Mensesneg untuk membahas tindak lanjut rencana revisi ke 6 Peraturan Pemeritah nomer 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Padahal, rencana revisi itu sudah pernah dibatalkan oleh Presiden Jokowi akibat adanya surat dari KPK bahwa draft revisi ke 6 itu bertentangan dengan UU Minerba," ujarnya.
Dia menilai kepentingan untuk mencapai efisiensi dan optimalisasi pendapatan pengelolaan SDA, justru akan dapat dicapai jika pengelolan SDA minerba diserahkan kepada BUMN dan BUMD, bukan kepada kontraktor PKP2B existing seperti yang dinyatakan Kementerian ESDM.
Kementerian ESDM, seharusnya menghindari kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan segelintir pengusaha tanpa berpijak pada kepentingan jangka panjang sesuai konstitusi.
"Seharusnya yang sangat mendesak dilakukan Arifin Tasrif sebagai menteri ESDM adalah membuat aturan yang bisa menjerat praktek-praktek transfer pricing, transfer cost dan transfer denda yang disinyalir masih dilakukan perusahaan tambang dan sangat merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan royalti. Dan langkah ini semestinya dapat dilakukan Menteri ESDM ditengah Pemerintah membutuhkan banyak dana untuk menggerakkan roda ekonomi yang saat ini tertekan akibat wabah Covid-19," terangnya.
Dia meminta agar Presiden Jokowi segera menegur dan menindak Menteri ESDM yang sangat kuat diyakini telah bekerja dan membuat kebijakan yang justru memihak kepentingan segelintir pengusaha KK dan PKP2B.
"Tanpa persetujuan DPR, Presiden sekali pun tidak berwenang merubah UU, apalagi hanya sekedar seorang Menteri seperti yang dilakukan Kementerian ESDM yang melenceng dari tujuan pengelolaan sumber daya alam sesuai konstitusi," ucap Budi.