Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai memiliki opsi untuk mendapatkan pembiayaan berbiaya murah untuk mengatasi problem defisit anggaran di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Ekonom senior M. Chatib Basri menjelaskan 6 tahun lalu pemerintah Indonesia pernah memiliki fasilitas yang namanya Deferred Draw Down Option (DDO). Fasilitas ini memungkinkan pemerintah Indonesia meminjam dari World Bank, ADB, Australia, Jepang dengan bunga yang sangat rendah bila bunga obligasi di pasar sangat mahal.
"Skema ini perlu dihidupkan kembali, karena kita akan punya akses pembiayaan dengan harga murah," jelasnya melalui unggahannya di sosial media, Rabu (1/4/2020).
Selain itu, Chatib menilai Indonesia mesti membuka kemungkinan dukungan lain, misalnya dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) atau bilateral support dari berbagai negara. "Termasuk misalnya bantuan medis, obat, alat dari negara-negara lain," kata Chatib.
Skema ini bisa di explore lagi karena kita akan punya akses pembiayaan dengan harga murah. Selain itu kemungkinan untuk dukungan dari AIIB misalnya atau bilateral support dari berbagai negara perlu di buka. Termasuk misalnya bantuan medis, obat, alat dari negara-negara lain.
— M. Chatib Basri (@ChatibBasri) April 1, 2020
Langkah itu perlu dilakukan, kata mantan Menteri Keuangan, agar pemerintah dapat melakukan kombinasi pembiayaan dari pasar domestik, internasional dan juga multilateral dan mengatasi problem defisit anggaran.
Baca Juga
Chatib mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang telah menetapkan stimulus ekonomi dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) guna meredam dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
Dia menjelaskan besarnya stimulus fiskal untuk Covid-19 tentu terkait erat dengan besarnya defisit yang bisa dibiayai.
"Seperti tulisan saya di East Asia Forum, defisit yang terlalu besar tentu akan menyulitkan pembiayaan. Bagaimana kita membiayai defisit anggaran ini?" ujarnya dalam akun resminya di Twitter.
Jika Indonesia mengantungkan diri kepada pasar obligasi domestik, jelasnya, maka akan terjadi crowding out. Dalam situasi itu, jelas dia, dana perbankan akan diserap oleh obligasi pemerintah sehingga perbankan akan mengalami kesulitan likudiitas.
Bila pemerintah mengeluarkan obligasi internasional, maka bunga obligasi akan sangat tinggi. Oleh karena itu, tegasnya, untuk pembiayaan pemerintah harus melakukan kombinasi dari berbagai hal.
"Saya mengusulkan kombinasi pembiayaan dari pasar domestik , internasional dan juga multilateral," kata Chatib.