Bisnis.com, JAKARTA – Kejatuhan ekonomi akibat epidemi virus corona (COVID-19) membuat hampir 24 juta orang di Asia Timur dan Pasifik terjebak di bawah garis kemiskinan.
Proyeksi tersebut diungkapkan oleh Bank Dunia dalam sebuah laporan yang dirilis Senin (30/3/2020). Selain itu, Bank Dunia juga memperingatkan bahwa rumah tangga yang bergantung pada industri terdampak COVID-19 memiliki risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.
Industri ini antara lain termasuk pariwisata di Thailand dan Kepulauan Pasifik; manufaktur di Vietnam dan Kamboja; dan banyak tenaga kerja informal di seluruh negara.
Bank Dunia juga mendesak mendesak kawasan itu untuk berinvestasi dalam pengembangan pabrik perawatan kesehatan dan peralatan medis konvensional, serta mengambil langkah-langkah inovatif seperti mengubah tempat tidur rumah sakit biasa untuk penggunaan ICU dan melatih orang untuk bekerja melakukan perawatan dasar.
Bank global tersebut juga menyerukan adanya kebijakan fiskal seperti subsidi untuk membiayai pengobatan orang terjangkint COVID-19 serta bantuan untuk rumah tangga.
"Selain tindakan nasional yang berani, kerja sama internasional yang lebih dalam menjadi penangkal paling efektif melawan ancaman ganas (dari virus) ini," kata Aaditya Mattoo, kepala ekonom wilayah Asia Timur dan Pasifik di Bank Dunia, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
"Negara-negara di Asia Timur dan Pasifik dan di tempat lain harus melawan penyakit ini bersama-sama, menjaga perdagangan tetap terbuka dan mengoordinasikan kebijakan ekonomi makro,” lanjutnya.
Kerja sama tersebut tu dapat berupa kemitraan lintas batas antara pemerintah dengan swasta untuk meningkatkan produksi dan pasokan medis, serta memastikan stabilitas keuangan setelah terjadinya virus.
Dibutuhkan Keterbukaan
"Kkebijakan perdagangan harus tetap terbuka sehingga pasokan medis dan lainnya tersedia untuk semua negara, serta untuk memfasilitasi pemulihan ekonomi yang cepat di kawasan itu," tulis laporan Bank Dunia tersebut.
Rekomendasi lain yang dibuat dalam laporan ini adalah pelonggaran kredit untuk membantu rumah tangga memperlancar konsumsi mereka serta membantu perusahaan bertahan dari goncangan ekonomi. Namun bank mendesak pemantauan ketat terhadap program-program tersebut.
Mengingat potensi krisis yang berkepanjangan, langkah seperti itu akan membutuhkan "pengawasan peraturan, terutama karena banyak negara di Asia Timur dan Pasifik telah menanggung beban utang korporasi dan rumah tangga yang tinggi," katanya.
“Untuk negara-negara yang lebih miskin, keringanan hutang menjadi sangat penting sehingga sumber daya kritis dapat difokuskan pada pengelolaan dampak ekonomi dan kesehatan karena pandemi COVID-19.”
Proyeksi Bank Dunia ini didasarkan pada skenario pertumbuhan dasar, tetapi krisis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan penurunan lebih lanjut dalam situasi ekonomi. Dalam skenario yang lebih buruk, hampir 35 juta orang diperkirakan terjebak di bawah garis kemiskinan, termasuk 25 juta orang di China. Angka ini didasarkan oleh garis batas penghasilan US$5,50 per hari.
Dikutip dari laporan Bank Dunia, pertumbuhan di wilayah Asia Timur dan Pasifif diproyeksikan melambat menjadi kisaran 0,5 persen hingga 2,1 persen pada tahun 2020. Sementara itu, pertumbuhan di China diproyeksikan menurun menjadi 2,3 persen dari 6,1 persen pada tahun 2019.