Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Salah Kaprah! Ini Fakta-Fakta soal Indonesia Dikeluarkan dari List Negara Berkembang AS

Dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Amerika Serikat memunculkan berbagai macam respons dan komentar. Banyak di antaranya salah kaprah. Berikut fakta-faktanya.
Sejumlah truk membawa muatan peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020)./ ANTARA - M Risyal Hidayat
Sejumlah truk membawa muatan peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020)./ ANTARA - M Risyal Hidayat

Penentuan Status Negara Berkembang Secara Sepihak oleh AS Tidak Tepat

Merujuk pada ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), hingga saat ini tidak ada definisi WTO terkait dengan negara maju (developed) dan negara berkembang (developing).

Namun, terdapat praktik kebiasaan di dalam WTO dan GATT bahwa setiap negara dapat melakukan “self-declaration” dan menyatakan apakah negaranya masuk ke dalam kategori negara maju atau berkembang.

Ada catatan penting, bahwa negara anggota yang lain dapat mengajukan keberatan atau penolakan atas tindakan “self-declaration” yang dilakukan suatu negara.

Dalam hal ini, WTO memberikan kebebasan untuk negara anggota untuk menentukan status suatu negara apakah masuk ke dalam kategori negara maju dan negara berkembang.

Namun demikian, pada praktiknya negara-negara anggota tetap mendasarkan pengelompokan mereka kepada data, standar, dan norma-norma yang ada dan diakui dunia internasional.

Beberapa negara anggota menggunakan status tingkat pembangunan yang dikeluarkan oleh organisasi internasional, seperti UNCTAD dengan klasifikasi developed, developing, dan least-developed countries.

IMF dan World Bank menggunakan klasifikasi higher income, upper-middle income, lower-middle income, low income. Klasifikasi ini berdasarkan data Gross National Income (GNI).

Dengan demikian, AS menggabungkan antara indikator UNCTAD dengan IMF-World Bank serta menambahkan kriteria share perdagangan dunia dan keanggotaan pada organisasi kerja sama ekonomi internasional (OECD dan G20).

Mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka tindakan sepihak (unilateral) yang dilakukan oleh Amerika Serikat  menjadi tidak tepat karena AS tidak mempertimbangkan aspek dan hak self-declare yang dimiliki oleh setiap negara berkembang ketika melakukan revisi peraturan countervailing duty (CVD Law).

Lebih lanjut, tindakan  AS yang langsung menyatakan suatu negara tidak lagi dapat dikategorikan sebagai negara berkembang, berpotensisecara signifikan merusak pilar sistem perdagangan multilateral.  Khususnya sistem yang ada di dalam WTO, yang mengedepankan konsultasi, konsensus, dan kerja sama antarnegara anggotanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper