Pengaruh Kebijakan AS Terhadap Status Indonesia Sebagai Penerima GSP
Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang oleh Pemerintahan Amerika Serikat.
Berdasarkan ketentuan dan persyaratan baru dari perspektif Amerika Serikat, Indonesia tidak lagi berhak atas perlakuan spesial dalam hal pengenaan tarif antisubsidi (special treatment for purpose of countervailing measures) menurut Agreement of Subsidies and Countervailing Measures WTO.
Fasilitas di atas hanya berkaitan dengan pengenaan tarif antisubsidi, dan tidak ada kaitan antara revisi aturan AS itu dengan mekanisme pemberian Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
Hanya saja, harus dipahami bahwa dengan perubahan ini, Presiden Donald Trump kembali menunjukkan prioritasnya pada ‘free, fair and reciprocal trade’ dan bersikap tegas dengan penerapan pemahaman special and differentiation treatment (SDT) yang lebih ketat dibandingkan dengan WTO.
Sudah lama Presiden Donald Trump menyuarakan ketidaksukaannya terhadap status negara berkembang, dan Amerika Serikat terus menyuarakan reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Bahkan, AS telah mengusulkan perubahan kriteria negara berkembang penerima SDT yang lebih ketat di forum WTO pada tanggal 15 Februari 2019 melalui proposal No. WT/GC/W/764 ‘Draft General Council Decision: Procedures to Strengthen the Negotiating Function of the WTO’.
Melalui penerapan kriteria SDT baru yang lebih ketat ini, Indonesia perlu mewaspadai potensi melebarnya pemberlakuan definisi negara berkembang baru untuk aturan AS lainnya, antara lain safeguard dan GSP.
Jika sekarang aturan ini hanya mencakup antisubsidi, bukan tidak mungkin bakal ada aturan lanjutan yang mengatur trade remedies ataupun fasilitas dagang lainnya seperti antidumping.