Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Keramik Sebut Safeguard Produk China Tidak Efektif

Beberapa hal yang mengungkit daya saing keramik asal China adalah penurunan harga jual, tax refund untuk ekspor, pengurangan ketebalan keramik, dan pengalihan negara tujuan ekspor dari Amerika Serikat ke Indonesia pascaperang dagang.
Karyawan melayani konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile, di ajang Indonesia Building Technology (IndoBuild Tech 2019), ICE Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Karyawan melayani konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile, di ajang Indonesia Building Technology (IndoBuild Tech 2019), ICE Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) menyatakan implementasi tindakan pengaman atau safeguard pada keramik asal China tidak efektif. Pasalnya, besaran bea masuk tambahan yang dikenakan terlalu rendah.

Dilansir dari Asian Ceramics Magazine, Departemen Perdagangan Amerika Serikat menemukan bahwa pabrikan keramik China melakukan praktik dumping ke pasarnya. Oleh karena itu, Departemen Perdagangan Amerika Serikat mengenakan tarif berkisar 114-49-356,02 persen pada sebagian pabrikan keramik Negeri Tirai Bambu.

Seperti diketahui, pemerintah mengenakan bea masuk tambahan selama 3 tahun sejak 2018. Adapun, tahun pertama dikenakan 23 persen, tahun kedua sebesar 21 persen, dan tahun ketiga sebesar 19 persen.

"Besaran [safeguard Indonesia ke produk China] tidak cukup dan sudah terbukti memang tidak efektif untuk menangkal gempuran produk China. Terlebih, mereka mencoba mengantisipasi safeguard dengan melakukan berbagai cara," ujar Ketua Umum Asaki Edy Suyanto kepada Bisnis, Selasa (25/2/2020).

Edy menduga beberapa hal yang mengungkit daya saing keramik asal Negeri Panda adalah penurunan harga jual, tax refund untuk ekspor, pengurangan ketebalan keramik, dan pengalihan negara tujuan ekspor dari Amerika Serikat ke Indonesia pascaperang dagang.

Edy mencatat tahun pertama pengenaan tambahan bea masuk hanya mampu menekan volume impor keramik sebesar 9 persen secara tahunan. Edy mengaku khawatir dengan angka tersebut lantaran tambahan bea masuk akan turun ke level 19 persen pada awal kuartal IV/2020.

Selain besaran bea tambahan yang rendah, Edy menyatakan produsen keramik dari lainnya mengisi kekosongan pangsa keramik China di dalam negeri. Edy mencatat volume keramik dari India naik lebih dari 12 kali lipat menjadi 16 juta meter persegi (sqm). Selain itu, keramik dari Vietnam di dalam negeri naik 25 persen.

Alhasil, neraca perdagangan keramik jauh berada di zona merah. Nilai keramik impor pada tahun lalu mencapai US$272 juta, sedangkan performa ekspor keramik hanya US$52 juta.

"Asaki mengharapkan penetapan kebijakan tata niaga untuk impor keramik yang saat ini sedang digodok di Kementerian Koordinator Perekonomian bisa segera diputuskan," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, pabrikan keramik nasional membutuhkan perhatian oleh Kementerian Perdagangan dan Komite Pengamanan Perdagangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper