Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Safeguard Keramik China Tak Cukup Bantu Tingkatkan Produktivitas Pabrik Lokal. Kok Bisa?

Ternyata, pasar keramik domestik juga digempur keramik dari India dan Vietnam. Bagaimana solusinya?
Karyawan melayani konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile, di ajang Indonesia Building Technology (IndoBuild Tech 2019), ICE Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Karyawan melayani konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile, di ajang Indonesia Building Technology (IndoBuild Tech 2019), ICE Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) menyatakan penetapan safeguard untuk keramik dari China pada akhir 2018 tidak memberikan dampak signifikan pada utilitas pabrikan nasional. Pasalnya, pasar keramik domestik juga digempur keramik dari India dan Vietnam selain China.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mencatat nilai impor keramik pada tahun lalu masih lebih tinggi dari nilai impor pada 2017. Edy menilai hal tersebut mengkhawatirkan lantaran nilai bea masuk dari aturan Safeguard pada keramik China akan turun menjadi 19 persen pada akhir kuartal IV/2020 dari posisi saat ini 21 persen. 

"Kami mengharapkan dukungan dan atensi dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan  Komite Pengamanan dan Perdagangan [KPPI] untuk segera menerapkan instrumen safeguard terhadap produk dari India dan Vietnam," katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020) malam.

Edy mendata volume impor keramik India ke dalam negeri naik lebih dari 12 kali lipat menjadi 16 juta meter persegi (square meter/sqm), sedangkan volume impor keramik Vietnam naik 25 persen. Edy menilai keramik impor dari China, India, dan Vietnam menjadikan industri keramik nasional sulit untuk bangkit kembali. 

Tahun lalu, angka ekspor keramik melorot 17,46 persen menjadi US$52 juta. Adapun, nilai ekspor keramik pada 2018 naik 32,65 persen menjadi US$57 juta menjadi US$63 juta. 

Maka dari itu, Edy berharap penurunan harga gas pada awal kuartal II/2020 diikuti oleh perbaikan tata niaga industri keramik. Sebelumnya, pemerintah akan mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi menjadi US$6/MMBTU. 

"Langkah ini tentunya akan meningkatkan daya saing industri keramik di mana biaya energi gas berkontribusi 30-35 persen dari total biaya produksi. Asaki optimistis langkah yang diambil pemerintah pasti akan memberikan multiplier effect," ujarnya. 

Edy menilai penurunan harga gas bisa mengungkit utilitas rata-rata pabrikan keramik nasional hingga 95 persen dari posisi saat ini sekitar 65 persen. Dengan demikian, lanjutnya, daya saing pabrikan akan terkerek dan peluang ekspor  di Asia Tenggara akan terbuka. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper