Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) menyatakan pemerintah akan melonggarkan implementasi program pengurangan truk obesitas atau Zero ODOL pada tujuh industri dengan karakteristik produk berat dan besar, salah satunya industri keramik.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan keputusan tersebut diambil pada rapat yang dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan, dan Menteri PUPR di gedung Kementerian PUPR. Edy pun mengapresiasi keputusan lintas kementerian tersebut untuk menunda program Zero ODOL pada sejumlah sektor manufkatur, termasuk keramik menjadi 1 Januari 2023.
"Kebijakan tersebut langkah yang tepat mengingat kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian dan tambahan gangguan virus corona," katanya kepada Bisnis, Senin (24/2/2020).
Edy mengaku sempat khawatir lantaran pelaksanaan Zero ODOL pada tahun ini memiliki efek langsung pada penurunan daya saing pabrikan. Menurutnya, program Zero ODOL dapat menurunkan daya saing keramik lokal sekita 15persen dan membuat daya saing produk impor lebih tinggi di pasar domestik.
Adapun, Edy menyatakan pihaknya akan meningkatkan daya saing pabrikan keramik nasional melalui beberapa cara. Pertama, peremajaan mesin dari. Kedua, peningkatan utilitas kapasita produksi yang pada akhirnya meningkatkan produkvitas dan efisiensi.
Di samping itu, Edy mengimbau agar pendirian pabrik keramik baru dibuat di tempat yang terpisah dan dekat dengan sentra pasar keramik. "Saat ini hampir 80 persen [pabrikan] keramik ada di pulau Jawa bagian barat," katanya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Edy merekomendasikan agar pabrikan baru diangun di Jawa Timur seagai gerbang ke Indonesia bagian timur dan pulau Sumatera. Adapun, sekitar 75 persen konsumen berada di pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Sementara itu, konsumen di Sumatra berjumlah sekitar 15% dari total konsumen. Adapun, selebihnya tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Edy mengkalkulasikan biaya logistik pabrikan di bagian barat Indonesia ke konsumen di bagian timur membuat harga produk naik sekitar 10--12 persen. Adapun, lanjutnya, jika program Zero ODOL pada 2020 akan membuat total biaya bahan baku dan logistik menjadi Rp500 miliar per tahun.
Edy menyampaikan penundaan program bagi industri keramik diperlukan lantaran industri diperkirakan membutuhkan sekitar 2.000 armada tambahan. Di sisi lain, Edy menyatakan program Zero ODOL tanpa tambahan waktu penyesuaian dapat menjerumuskan daya saing industri keramik nasional terhadap keramik impor.
"Produk impor dari China, India, dan Vietnam saat ini sudah menguasai pasar domestik dengan betapa gampang dan murahnya biaya pengiriman per kontainer melalui transportasi laut ke sentra pasar keramik nasional melalui pelabuhan laut di Tanjung Priok, Tanjung Mas, dan Tanjung Perak," jelasnya.
Sebelumnya, Kemenhub telah merancang program Zero ODOL pada 2017 dan akan dilaksanakan pada 2020. Namun dalam perkembangannya, Kementerian Perindustrian meminta tujuh komoditas untuk mendapatkan penundaan program Zero ODOL kepada Kementerian Perhubungan.
Ketujuh komoditas itu adalah semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, air minum dalam kemasan (AMDK), pulp dan kertas serta keramik.